REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti riset politik di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Profesor Siti Zuhro, menilai ada kepentingan partai politik di balik rencana perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades). Kepentingan parpol tentu untuk pemenangan Pemilu 2024.
Siti menjelaskan, rencana perpanjangan masa jabatan kades ini pada dasarnya adalah pertemuan dua kepentingan, yang saling menguntungkan masing-masing pihak. Di satu sisi, para kades yang ingin memperpanjang masa jabatannya tentu butuh dukungan politik parpol di parlemen.
Di sisi lain, parpol mau memberikan dukungan dengan imbal balik mendapatkan suara pemilih desa saat Pemilu 2024. "Ini ujung-ujungnya kepentingan parpol. Kepentingan parpol adalah bagaimana Pemilu 2024 pokoke menang," kata Siti kepada wartawan di Jakarta, Selasa (24/1/2023).
Siti pun menyesalkan langkah parpol yang berupaya menarik kades ke ranah politik elektoral demi memenangkan pemilu. Sebab, hal ini akan merusak tatanan desa dan menghancurkan visi 'membangun dari desa'.
"Intrusi politik seperti ini namanya politisasi desa. Kalau politik terus mengintrusi seperti ini, energi kita akan terkuras ke sana," kata Siti.
Rencana perpanjangan jabatan kades dari enam tahun menjadi sembilan tahun ini awalnya dilontarkan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar.
Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu melontarkan rencana tersebut ketika bertemu kepala desa se-Jawa Tengah dan Yogyakarta di Sleman, DIY, pada pertengahan November 2022 lalu. Dalam pertemuan itu turut hadir Ketua Umum PKB sekaligus Wakil Ketua DPR RI, Muhaimin Iskandar.
Rencana tersebut baru menjadi perhatian publik usai ratusan kades menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR, Jakarta, pada Selasa (17/1/2023) lalu. Mereka menuntut perpanjangan masa jabatan kades dari enam tahun menjadi sembilan tahun lewat revisi UU Desa.