Kamis 26 Jan 2023 01:05 WIB

Tujuh Perkara Adab Berwudhu yang Bisa Ditinggalkan

Apabila salah satu dari tujuh perkara ini dilakukan hukumnya adalah makruh.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi Berwudhu. Tujuh Perkara Adab Berwudhu yang Bisa Ditinggalkan
Foto: EPA-EFE/BILAWAL ARBAB
Ilustrasi Berwudhu. Tujuh Perkara Adab Berwudhu yang Bisa Ditinggalkan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain menjalankan beberapa hal seperti berdoa selepas wudhu yang merupakan bagian dari adab, ada juga perkara yang dapat ditinggalkan yang merupakan bagian adab juga. 

Al-Ghazali dalam kitab Bidayatul Hidayah menjelaskan tujuh perkara yang perlu ditinggalkan sebagai bagian dari adab berwudhu. Berikut penjabarannya.

Baca Juga

Pertama, mengibaskan tangan untuk memercikkan air (selepas wudhu). 

Kedua, menamparkan air ke muka dan kepala. 

Ketiga, bercakap-cakap. 

Keempat, membasuh anggota wudhu lebih dari tiga kali. 

Kelima, menggunakan air tanpa ada hajat tetapi hanya semata-mata was-was. Dan setan yang mengganggu orang yang sedang berwudhu ini namanya Walhan. 

Keenam, berwudhu dengan air musyammas (air yang terkena panas matahari dan di negeri yang panas pula). 

Ketujuh, berwudhu dengan menggunakan air bekas-bekas dari tembaga. 

Menurut Al-Ghazali, apabila salah satu dari tujuh perkara ini dilakukan hukumnya adalah makruh. Hal ini sebagaimana yang tertuang dalam sabda Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadis. 

Rasulullah berkata, "Inna mandzakarallaha inda wudhu-ihi thahharallahu jasadahu kullahu, wa man yadzkurillaha lam yathur minhu illa maa ashaabahul-ma-u,". Yang artinya, "Sesungguhnya barang siapa yang menyebut nama Allah ketika berwudhu maka Allah mensucikan jasadnya semuanya, tetapi barang siapa yang tidak menyebut nama Allah (dalam wudhu) maka tidak suci daripada jasadnya kecuali hanya anggota yang terkena air saja,". 

Perihal wudhu ini, meski tidak mewajibkan, Rasulullah menekankan bagi umat Islam untuk bersiwak setiap wudhu sebagai bagian dari adab. Nabi berkata, "Law laa an adyuqqa ala ummatiy la-amartuhum bissiwaki fi kulli shalatin,". Yang artinya, "Jikalau aku tidak menyusahkan umatku, pasti aku wajibkan mereka bersiwak setiap kali sembahyang,". 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement