REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA – Turki telah memanggil duta besar Belanda untuk negaranya, Selasa (24/1/2023). Ankara menyampaikan protes terkait aksi seorang politisi sayap kanan Belanda yang merobek dan membakar Alquran pada Ahad (22/1/2023) lalu.
"Duta Besar Belanda untuk Ankara dipanggil ke kementerian kami dan kami mengutuk serta memprotes tindakan keji dan tercela ini, dan menuntut agar Belanda tidak mengizinkan tindakan provokatif seperti itu," kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Turki dalam sebuah pernyataan.
"Tindakan tercela ini, yang kali ini terjadi di Belanda setelah Swedia, menghina nilai-nilai suci kami dan mengandung kejahatan rasial, adalah pernyataan yang jelas bahwa Islamofobia, diskriminasi, dan xenofobia tidak mengenal batas di Eropa," kata Kemenlu Turki menambahkan.
Pada Ahad pekan lalu, Edwin Wagensveld, politisi sayap kanan Belanda sekaligus pemimpin kelompok Patriotic Europeans Against the Islamization of the West (PEGIDA) melakukan aksi perobekan dan pembakaran Alquran di depan gedung parlemen di Den Haag. Wegensveld membagikan video perobekan dan pembakaran Alquran tersebut di akun Twitter pribadinya pada Senin (23/1/2023).
Dalam video tersebut, terdapat adegan Wagensveld merobek satu halaman Alquran kemudian mengepalkannya sambil mengajak publik untuk mengikuti aksinya. "Sebentar lagi, akan ada pendaftaran untuk aksi serupa di beberapa kota. Saatnya menjawab sikap tidak hormat dari Islam dengan sikap tidak hormat," katanya, dikutip laman TRT World.
Setelah merobek-robek halaman Alquran, Wagensveld membakarnya di sebuah benda mirip wajah yang diletakkan di atas tanah. “Orang-orang yang mengenal dan mengikuti kami tahu bahwa kami tidak pernah menyerah, kami tidak membiarkan diri kami diintimidasi oleh kekerasan dan ancaman pembunuhan,” katanya.
Wagensveld mengklaim bahwa aksinya merobek dan membakar Alquran memperoleh izin dari otoritas kota Den Haag. Dalam unggahan di akun Instagram-nya, Wagensveld memperlihatkan sebuah surat yang ditandatangani Wali Kota Den Haag Jan van Zanen.
Dalam surat itu, van Zanen menyatakan mengizinkan Wagensveld menggunakan “benda” dalam aksi unjuk rasanya. Namun van Zanen melarang Wagensveld melakukan pembakaran demi keselamatan publik. "Hak untuk memprotes dan hak untuk kebebasan berekspresi adalah hak asasi manusia serta kebebasan yang dilindungi secara perjanjian dan konstitusional," kata surat tersebut.
Namun dalam surat itu pun tertulis bahwa "pada prinsipnya membakar benda tidak diperbolehkan, karena dapat menimbulkan bahaya”. Sehari sebelum Wagensveld melakukan aksinya, politisi sayap kanan berkebangsaan Swedia-Denmark, Rasmus Paludan, telah terlebih dulu melakukan pembakaran Alquran.
Paludan melakukan aksinya di dekat gedung Kedutaan Besar Turki di Stockholm. Dia menyebut aksinya merupakan respons atas upaya Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mempengaruhi kebebasan berekspresi di Swedia. Turki dan dunia Islam telah mengecam aksi pembakaran Alquran oleh Paludan.
Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson turut mengutuk aksi Paludan. Dia menolak aksi pembakaran kitab suci sebagai bentuk kebebasan berekspresi. “Kebebasan berekspresi adalah bagian mendasar dari demokrasi. Tapi yang legal belum tentu sesuai. Membakar buku-buku yang suci bagi banyak orang adalah tindakan yang sangat kurang ajar,” tulis Kristerrson lewat akun Twitter pribadinya pada Sabtu (21/1/2023) malam pekan lalu.
Saat ini memang ada sedikit kerumitan dalam hubungan Swedia dengan Turki.