REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) turut menyoroti tingginya angka pernikahan dini anak di sejumlah daerah di Indonesia. Menurut dia, pernikahan harus benar-benar disiapkan secara lahir dan batin.
“Yang namanya pernikahan harus dilihat bahwa yang mau nikah benar-benar siap lahir dan batin,” kata Jokowi saat membuka Rakernas Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana dan Penurunan Stunting, Jakarta, Rabu (25/1/2023).
Selain itu, Jokowi juga menekankan pentingnya menyiapkan kehamilan untuk menghindari masalah stunting.
“Jangan sampai mau nikah, ada anemia kurang darah nanti waktu hamil kalau ini nggak diselesaikan anaknya menjadi stunting, penyelesaian setelah lahir akan lebih sulit. Akan lebih mudah diselesaikan kalau anak di dalam kandungan,” ujar dia.
Kendati demikian, angka stunting selama delapan tahun terakhir ini disebutnya mengalami penurunan drastis, dari sebelumnya 37 persen kemudian menjadi 21,6 persen di 2022. Jokowi pun menargetkan angka stunting di 2024 menurun menjadi 14 persen.
Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyoroti tingginya angka pernikahan dini anak di beberapa wilayah.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Femmy Eka Kartika Putri menyebut, provinsi dengan jumlah penduduk yang tinggi rentan mengalami pernikahan dini yang cukup tinggi juga.
“Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat dengan jumlah penduduknya yang besar tentunya memiliki angka cukup tinggi terkait pernikahan usia dini, hal ini perlu mendapatkan perhatian dari seluruh pemangku kepentingan,” kata Femmy dikutip dari website Kemenko PMK, Senin (16/1/2023).
Salah satu contohnya, di Ponorogo. Pengadilan Agama Ponorogo selama 2022 menerima sebanyak 191 permohonan anak menikah dini. Dari 191 pemohonan dispensasi nikah yang masuk, rentang usia terbanyak mengajukan permohonan adalah 15 hingga 19 tahun sebanyak 184 perkara. Sisanya pemohon dispensasi nikah memiliki umur di bawah 15 tahun, yakni tujuh perkara.
Femmy mengatakan, faktor penyebab pernikahan di bawah umur yaitu kehamilan sebelum pernikahan, tekanan sosial budaya, faktor ekonomi, peningkatan penggunaan internet dan media sosial, serta pendidikan yang masih terbatas.
Karenanya Femmy berharap peran aktif orang tua dalam melakukan pendampingan terhadap anak-anaknya demi pencegahan perkawinan dini. Ia mengajak seluruh orang tua di Indonesia selalu memberikan pendampingan dan mengedukasi anak-anaknya tentang bahaya pergaulan bebas saat ini.