REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON — Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil menyebut Provinsi Jabar selalu surplus beras sekitar 1,5 juta ton setiap tahunnya. Berkaca dari hal itu, Gubernur meminta di Provinsi Jabar tidak ada beras impor.
Hal itu disampaikan Gubernur saat melakukan kunjungan kerja di Pasar Pasalaran, Kabupaten Cirebon, Jabar, Rabu (25/1/2023). “Jawa Barat jangan sampai (ada beras) impor karena mengalami surplus. Kalau daerah lainnya, silakan saja,” kata gubernur yang akrab disapa Emil itu.
Emil pun meminta daerah di wilayah Provinsi Jabar tidak mendatangkan beras impor. Apalagi Kabupaten Indramayu, yang merupakan salah satu lumbung padi nasional. “Indramayu juga jangan sampai mendatangkan beras impor,” kata dia.
Menurut Emil, sebentar lagi akan masuk musim panen padi. Karenanya, ia menilai, beras impor tidak diperlukan. Ihwal terjadinya kenaikan harga beras, ia mengatakan, sedang dilakukan penelusuran. Untuk menstabilkan harga beras, kata dia, bisa dilakukan intervensi pasar, seperti dengan operasi pasar, ataupun mengintervensi distribusi melalui subsidi kendaraan logistik.
Pimpinan Cabang Perum Bulog Indramayu, Dandy Arianto, mengatakan, beras impor ke Indramayu masih sebatas wacana. “Barangnya enggak ada, akibat adanya wacana pembatalan sisa impor, menyusul izin impor Kemendag (Kementerian Perdagangan) hanya sampai akhir Januari,” kata dia.
Dandy menjelaskan, kebutuhan beras di Kabupaten Indramayu sekitar seratus ton. Karena Indramayu merupakan lumbung padi, masyarakat atau petani banyak yang menyimpan hasil panen untuk dikonsumsi sendiri. Menurut dia, stok beras di gudang Bulong pun masih mencukupi hingga masa panen mendatang. “Kami pastikan stoknya cukup untuk menjelang panen raya di akhir Februari 2023 ini,” ujar dia.