REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, rencana kebijakan jalan berbayar akan berdampak terhadap pekerja ojek online (ojol). Alasannya, mengacu pada UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan metode berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) berlaku terhadap semua kendaraan kecuali transportasi umum plat kuning dan kendaraan listrik.
"Tentu ini yang kita akan melihat perkembangan dari revisi UU 22 Tahun 2009 yang saat ini masih ada di DPR,” kata Syafrin kepada awak media di DPRD, Rabu (25/1/2023).
Namun, untuk sementara sebelum ada perubahan, pihaknya akan tetap mengacu pada peraturan yang ada untuk implementasi jalan berbayar. Ditanya kemungkinan dan usulan perubahan dari Dishub DKI soal UU itu, dia menolaknya.
“Sekarang kan menjadi inisiatif DPR untuk melakukan revisi UU 22 Tahun 2009 dan itu masih dalam pembahasan di sana,” ucapnya.
Berdasarkan Raperda Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik, ojek daring masuk ke kategori berbayar jalan tertentu nantinya. Namun demikian, nyatanya hal itu mendapat penolakan dari para ojol.
Pada Rabu (25/1/2023), seratusan pengemudi ojek online atau ojol berunjuk rasa di depan Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Para pengunjuk rasa dengan seragam dan platform berbeda itu menolak penerapan jalan berbayar elektronik.
“Kita hanya minta ini dibatalkan,” kata salah satu orator dari mobil komando di lokasi.
Dia mengatakan, wacana sejak gubernur-gubernur lalu tersebut memang sudah diketahui banyak pihak. Namun demikian, mencuatnya kembali keputusan untuk membuat jalanan di DKI berbayar dirasa tidak tepat.
“Lawan, tolak ERP. Legislator, jangan berlakukan ERP jika masih berharap suara kami di 2024,” lanjutnya.