REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Terdakwa Bharada Richard Eliezer (RE) mengaku tak dapat menolak perintah Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J). Menurutnya, sebagai ajudan, perintah penembakan tersebut tak dapat ia hindari mengingat pemberi perintah pada saat itu adalah atasannya sebagai Kadiv Propam Polri dengan pangkat Inspektur Jenderal (Irjen).
“Sebagai seorang prajurit Brimob, dengan latar belakangnya adalah paramiliter, saya dididik untuk taat dan patuh, serta tidak mempertanyakan perintah atasan saya,” kata Richard, dalam nota pembelaan pribadinya yang dibacakan di sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Rabu (25/1/2023).
Richard menyadari, penembakan yang dilakukan di Duren Tiga 46, Jumat (8/7/2022) tersebut, berujung pada kematian Brigadir J, rekannya sesama ajudan. Pun berujung pada tindak pidana pembunuhan berencana yang menyeret pemuda 24 tahun itu sebagai terdakwa. Richard terancam 12 tahun penjara sesuai tuntutan jaksa atas perbuatannya menembak Brigadir J tersebut.
Tetapi, kata Richard, jika perbuatannya menjalankan perintah penembakan tersebut berujung pada dirinya masuk penjara, harapannya kepada majelis hakim untuk memberikan keadilan. “Apabila dianggap ketaatan dan kepatuhan saya (terhadap atasan) yang membabi buta, maka saya menyerahkan kepada kebijaksanaan majelis hakim,” ujar Richard.
Richard, salah satu terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntutnya selama 12 tahun penjara. Tuntutan jaksa itu berdasarkan dakwaan primer Pasal 340 KUH Pidana, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Jaksa dalam tuntutannya pun mengacu pada fakta dan bukti-bukti di persidangan yang menguatkan peran Richard sebagai eksekutor pembunuhan Brigadir J. Meskipun di persidangan juga, Richard memang mengakui menembak Brigadir J tiga sampai empat kali menggunakan Glock-17.
Namun dalam pengakuannya itu, Richard juga mengatakan, penembakan Brigadir J itu atas perintah dari Ferdy Sambo. Kesaksian Richard juga mengungkapkan di persidangan, Ferdy Sambo sudah menyiapkan, dan memberikan amunisi di lantai-3 rumah Saguling III 29, beberapa jam sebelum eksekusi Brigadir J.
Kesaksian Richard juga di persidangan yang mengungkapkan Ferdy Sambo, bersama isterinya, terdakwa Putri Candrawathi membicarakan tentang ’sarung tangan hitam’, dan CCTV di Duren Tiga.
Selain Richard terdakwa lain dalam kasus yang sama, adalah Ferdy Sambo. Jaksa menuntut Ferdy Sambo dengan pidana maksimal penjara seumur hidup karena terbukti menjadi aktor intelektual pembunuhan berencana Brigadir J. Sedangkan tiga terdakwa lain, yakni Putri Candrawatahi, terdakwa Kuat Maruf, dan terdakwa Bripka Ricky Rizal (RR) masing-masing dituntut selama 8 tahun penjara.