Rabu 25 Jan 2023 23:00 WIB

Kasus Covid-19 Melandai, PB IDI Tetap Sarankan Booster Kedua

'Booster' tetap disarankan terkait antibodi Covid-19 yang menurun seiring waktu.

Vaksinator menyiapkan vaksin Covid-19 booster kedua atau dosis keempat untuk disuntikkan ke warga.
Foto: Republika/Abdan Syakura
Vaksinator menyiapkan vaksin Covid-19 booster kedua atau dosis keempat untuk disuntikkan ke warga.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski kasus baru infeksi COVID-19 melandai, Satgas COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengajak masyarakat untuk mengikuti vaksinasi penguat (booster) kedua guna meningkatkan proteksi. Ketua Satgas COVID-19 PB IDI Dr dr Erlina Burhan, SpP(K), MSc, menegaskan bahwa vaksinasi penguat kedua harus tetap dilakukan masyarakat mengingat antibodi seseorang bisa menurun seiring berjalannya waktu. 

Walaupun saat ini vaksinasi bukan lagi bertujuan mencegah infeksi, tetapi menghindarkan terjadinya derajat keparahan saat terinfeksi. "Kemungkinan besar antibodi yang didapatkan dari infeksi alamiah atau dari sakit COVID-19 itu kemudian juga akan menurun seiring dengan waktu. Oleh sebab itu, yuk, di-booster untuk meningkatkan kembali level proteksi," kata Erlina, dalam media briefing secara virtual di Jakarta, Rabu (25/1/2023).

Baca Juga

Bagi masyarakat yang ingin booster kedua, Erlina mengingatkan bahwa jarak antara booster pertama dengan booster kedua harus dalam rentang waktu 6 bulan atau lebih. Menurut dia, hampir semua vaksin yang selama ini tersedia bisa digunakan untuk booster kedua.

Walaupun kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) telah resmi dicabut oleh pemerintah dan masyarakat sudah melakukan vaksinasi booster kedua, Erlina tetap menganjurkan penggunaan masker di dalam ruangan tanpa ventilasi dengan jumlah orang yang padat. Erlina juga mengingatkan bahwa perjalanan virus COVID-19 kerap tidak terduga sebab akan selalu bermutasi. Hal itulah yang kemudian terjadi pada lonjakan kasus di beberapa negara lain seperti China dan Jepang.

"Di negara-negara yang begitu ketat (protokol kesehatannya seperti China dan Jepang), tetapi memang unpredictable banget karena virusnya selalu evolving, selalu berubah, bermutasi. Nah inilah yang kemudian menjadi lonjakan kasus di beberapa negara contohnya China, Jepang, ada Brazil dan Jerman, bahkan Korea Selatan," jelas Erlina.

Agar vaksinasi penguat kedua cakupannya cepat dan luas, menurutErlina, IDI mendorong semua pihak untuk membantu meningkatkan cakupan vaksinasi dosis ketiga (penguat pertama) sehingga masyarakat bisa segera mendapatkan vaksin penguat kedua. Data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) per 24 Januari 2023 menunjukkan bahwa cakupan vaksinasi penguat pertama baru mencapai 29,50 persen atau sebanyak 69.216.929 penerima.

Oleh sebab itu, Erilna mendorong agar sentra-sentra pelayanan vaksin dibuka kembali secara lebih luas. Dia mengingatkan bahwa vaksinasi penguat pertama merupakan syarat bagi masyarakat untuk mendapatkan booster kedua.

Mulai 24 Januari 2023, pemerintah telah memperluas penerima booster kedua untuk masyarakat umum berusia di atas 18 tahun, termasuk tenaga medis dan kelompok lanjut usia (lansia). Per 24 Januari 2023, cakupan booster kedua ini mencapai 5,38 persen atau 1.235.689 penerima.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement