Kamis 26 Jan 2023 14:32 WIB

Ini Penyebab Ekonomi RI Terjebak Dalam Pertumbuhan Lima Persenan

Pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mampu berada pada kisaran 5 persen sejak 2013.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ahmad Fikri Noor
Warga menyelesaikan pesanan kaus di Coworking Space Bandung, Braga, Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung, Kamis (26/1/2023). Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat hanya mampu berada pada kisaran 5 persen sejak 2013 hingga 2021.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Warga menyelesaikan pesanan kaus di Coworking Space Bandung, Braga, Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung, Kamis (26/1/2023). Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat hanya mampu berada pada kisaran 5 persen sejak 2013 hingga 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat hanya mampu berada pada kisaran lima persen sejak 2013 hingga 2021. Pemerintah pun mengakui ada persoalan mendasar yang menyebabkan mandeknya laju perekonomian nasional.

Deputi Bidang Ekonomi Bappenas, Amalia Adininggar, mengungkapkan, total factor productivity (TFP) Indonesia yang rendah menyebabkan sulitnya Indonesia meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Nilai TFP itu menjadi alternatif dalam pengukuran produktivitas ekonomi suatu negara.

Baca Juga

Ia menyebut, Indonesia termasuk negara dengan TFP yang terendah dibandingkan negara-negara lain seperti China, India, Vietnam, Korea, Turki, dan Malaysia dengan nilai di bawah satu poin.

"Inilah yang menyebabkan delapan tahun terakhir pertumbuhan ekonomi stagnan di atas lima persen, tidak bisa di atas enam persen," kata Amalia di Jakarta, Kamis (26/1/2023).

Tercatat, laju pertumbuhan ekonomi sebelum periode krisis keuangan 1998 masih bisa mencapai 6,9 persen. Namun, pasca krisis, angka pertumbuhan turun menjadi kisaran 4,8 persen dan saat ini terjebak pada level di atas lima persen.

Ia mengatakan, untuk meningkatkan produktivitas ekonomi nasional, dibutuhkan transformasi ekonomi. Transformasi itu juga dibutuhkan untuk mengejar target Indonesia sebagai negara berpenghasilan tinggi atau high income middle country tahun 2045 dari saat ini lower middle income country.

Selain itu, diperlukan transformasi sosial. Amalia mencatat, skor PISA Indonesia yang mencerminkan kualitas pendidikan penduduk suatu negara berada pada level rendah. Skor membaca, hitungan, dan sains Indonesia pada 2018 lalu masing-masing 371, 379, 398. Sementara rata-rata dunia masing-masing 487, 487, dan 489.

"Skor IQ kita juga peringkat 130 dunia yang setara dengan Papua Nugini dan Timor Leste. Kita juga ada stunting yang tinggi," katanya.

Ia melanjutkan, pemerintah juga harus melakukan transformasi tata kelola negara. Khususnya dari sisi efektivitas regulasi yang diterbitkan. "Kualitas regulasi kita masih tertinggal di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand walaupun sudah melakukan beberapa perbaikan. Artinya perbaikan kita harus lebih cepat dari sekarang," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement