REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perwakilan pihak DPR menyatakan, berbagai dampak negatif yang muncul akibat pemilihan legislatif (Pileg) dengan sistem proporsional terbuka merupakan bagian dari dinamika lapangan. Hal itu disampaikan DPR dalam sidang gugatan uji materi atas sistem proporsional terbuka di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (26/1/2023).
Keterangan DPR dalam sidang tersebut disampaikan anggota Tim Hukum DPR, yakni Supriansa dari Komisi III. Supriansa awalnya menjabarkan berbagai dampak positif penerapan sistem proporsional terbuka yang telah diterapkan sejak Pemilu 2009 hingga Pemilu 2019.
Supriansa lantas menyoroti dalil para penggugat yang menyebut sistem proporsional terbuka mengakibatkan rumitnya penyelenggaraan pemilu, tingginya biaya pemilu, dan memunculkan potensi korupsi. "DPR RI berpandangan bahwa hal tersebut merupakan konsekuensi pelaksanaan demokrasi dan bagian dari dinamika implementasi di lapangan," tuturnya, di Sidang MK, Kamis (26/1/2023).
Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat memilih caleg yang diinginkan ataupun partainya. Caleg yang mendapat suara terbanyak bakal memenangkan kursi parlemen. Pakar menilai kelemahan sistem ini adalah maraknya praktik politik uang.