REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Barat menyebutkan Kejadian Luar Biasa (KLB) Campak ada di Kabupaten Bogor sebanyak 18 kasus. Dinkes Kabupaten Bogor mengkonfirmasi, 18 kasus tersebut terdeteksi pada Juli 2022 di Kecamatan Tenjo.
Sekretaris Dinkes Kabupaten Bogor, Agus Fauzi, menjelaskan pada Juli 2022 petugas di lapangan melaporkan ada diagnosa empat kasus campak di Kecamatan Tenjo. Kemudian, tim dari Dinkes Kabupaten Bogor bergerak melakukan epidemiologi dan menurunkan tim surveylance.
“Dari hasil pemeriksaan ulang di lapangan memang ditemukan 18 kasus confirm kasus campak. Ini kami laporkan pada Juli 2022, di surat yang kami layangkan ke Pak Pelaksana Tugas (Plt) Bupati,” kata Agus di Kantor Dinkes Kabupaten Bogor, Kamis (26/1/2023).
Adapun upaya yang dilakukan, disebutkan Agus, yakni menangani di puskesmas terdekat. Dari 18 padien, ada satu pasien yang dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Leuwiliang. “Tidak ada satu pun kasus kematian,” tegasnya.
Dikatakan Agus, Dinkes Kabupaten Bogor juga melakukan upaya terkait dengan penatalaksanaan. Karena, campak bisa dicegah dengan imunisasi.
Agus tidak memungkiri, di tengah fokus Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor menangani pandemi Covid-19, terjadi penurunan capaian imunisasi dasar yang wajib dilaksanakan terhadap anak berusia di bawah 12 bulan. Salah satunya yakni imunisasi campak.
“Angka cakupan campak ini turun, bukan hanya Kabupaten Bogor, tapi nasional. Di Tenjo masih di bawah 95 persen cakupan vaksinnya,” ungkapnya.
Sebagai upaya lanjutan, kata dia, pada Agustus sampai Oktober Dinkes Kabupaten Bogor melakukan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN). “Kami lakukan upaya Outbreak Response Immunization (ORI) massal,” tegasnya.
Kepala Bidang Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kabupaten Bogor, Adang Mulyana, kasus campak di Kabupaten Bogor pada tahun ini merupakan kasus sporadis dan tidak banyak. Bahkan kasus yang terdata masih kasus klinis dan belum ada hasil laboratoriumnya.
Sementara itu, lanjut dia, kasus yang terjadi pada 2022 dinyatakan menjadi KLB karena terjadi klaster. “Sampai akhir pengamatan itu dilakukan, kita lakukan dua kali inkubasi. Serelah 20 hari kita pantau tidak ada kasus tambahan, jadi KLB-nya sudah selesai saat itu,” jelasnya.
Kendati demikian, Adang mengatakan, Dinkes Kabupaten Bogor terus melakukan pemantauan. Serta memiliki Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) penyakit potensial KLB atau wabah.