Kamis 26 Jan 2023 16:53 WIB

Presiden: Perubahan Sistem di Tengah Tahapan Pemilu Bisa Timbulkan Gejolak Sosial-Politik

Presiden meminta MK menolak permohonan penggugat soal sistem proporsional tertutup.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto (tengah) bersama sejumlah Hakim Konstitusi mendengarkan sumpah yang diambil dari ahli pemohon saat sidang uji Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Gedung Mahkamah Konsitusi, Jakarta, Kamis (20/10/2022). (Ilustrasi)
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto (tengah) bersama sejumlah Hakim Konstitusi mendengarkan sumpah yang diambil dari ahli pemohon saat sidang uji Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Gedung Mahkamah Konsitusi, Jakarta, Kamis (20/10/2022). (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Jokowi menyatakan, perubahan sistem pemilu di saat tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan berpotensi menimbulkan gejolak sosial dan politik. Hal itu disampaikan dalam sidang gugatan uji materi sistem pemilihan legislatif (Pileg) sistem proporsional terbuka di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (26/1/2023).

Presiden Jokowi menyampaikan keterangan resmi tersebut lewat kuasa hukumnya, Menkumham Yasonna Laoly dan Mendagri Tito Karnavian. Keterangan itu dibacakan Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar.

Baca Juga

Dalam bagian petitumnya, Presiden meminta MK memutuskan Pasal 168 UU Pemilu, yang mengatur pileg menggunakan sistem proporsional terbuka, tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan masih punya kekuatan hukum mengikat. Artinya, Presiden meminta MK menolak permohonan penggugat agar sistem pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.

Dalam keterangannya, Presiden mengatakan proses penyelenggaraan Pemilu 2024 saat ini sedang berjalan. Jika MK memutuskan mengubah sistem pileg di tengah tahapan seperti saat ini, dikhawatirkan dapat menimbulkan gejolak.

"Perubahan yang bersifat mendasar terhadap sistem pemilihan umum di tengah proses tahapan pemilu yang tengah berjalan berpotensi menimbulkan gejolak sosial politik, baik di partai politik maupun di tingkat masyarakat," kata Bahtiar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement