REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Kasus campak di Kota Sukabumi mengalami peningkatan pada 2022 lalu. Namun kasus penyakit campak ini belum masuk kejadian luar biasa (KLB).
"Kasus campak di 2021 dua kasus campak dan pada 2022 naik jadi 6 kasus," ujar Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Sukabumi Wita Darmawanti kepada Republika, Kamis (26/1/2023). Kasus campak itu dilaporkan berada di wilayah Puskesmas Sukakarya, Sukabumi dan Nanggeleng.
Namun lanjut Wita, tidak masuk pada KLB karena kasusnya tidak bersamaan dan tidak di satu tempat. Walaupun ada dua kasus di satu tempat, akan tetapi rentang waktunya berbeda atau berjauhan.
Di mana, masa inkubasinya tujuh hari dan dianggap KLB jika dalam dua kali masa inkubasi ada banyak kasus dan kemungkinan KLB. Namun dalam satu tahun lalu tidak ada kejadian tersebut.
Sebab lanjut Wita, dari 38 sampel yang dikirim diduga campak yang positif hanya enam kasus. Sementara puluhan sampel lainnya negatif campak.
Wita menuturkan, pada masa pandemi tenaga kesehatan fokus menangani Covid. Sehingga saat ini tenaga kesehatan fokus pada pelaksanaan imunisasi dasar karena perannya penting dalam mencegah campak.
"Campak bisa dicegah dengan imunisasi dasar dan posyandu menggiatkan lagi agar masyarakat sadar dengan kesehatan anak-anak," ungkap Wita. Di mana bagi orangtua yang mempunyai balita harus imunisasi campak.
Kalau imunisasi lanjut Wita, tidak akan kejadian lagi kasus campak. Ke depan digiatkan lagi memonitor program imunisasi yang sebelumnya terdampak pandemi Covid.
Intinya lanjut Wita, bangkit lagi untuk mencegah penyakit seperti campak. Rata-rata kasus campak karena tidak diimunisasi dan seharusnya semua sudah sadar agar anaknya diimunisasi agar kebal dengan penyakit campak.