REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Atas Pengasuhan dan Lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Rohika Kurniadi Sari mengatakan keluarga menjadi ujung tombak untuk mencegah perkawinan anak.
"Keluarga menjadi tombak yang harus kita edukasi bersama," kata Rohika Kurniadi Sari dalam seminar nasional bertajuk "Hasil Kajian Pencegahan Perkawinan Anak Untuk Mewujudkan Indonesia Layak Anak 2030", di Jakarta, Kamis.
Menurut Rohika Kurniadi Sari, keluarga harus membangun nilai-nilai positif yang ditanamkan pada anak, yang salah satunya tidak menikahkan anak pada usia dini.
"Kita harus pastikan mereka punya nilai yang dibangun di keluarga. Bahwa anak yang ditumbuhkan di keluarga, tentu salah satunya adalah tidak terjebak di dalam praktik perkawinan usia anak," pesannya.
Pihaknya mencatat meski saat ini jumlah dispensasi kawin trennya menurun, namun angkanya masih tinggi.
Dari data pengadilan agama atas permohonan dispensasi perkawinan usia anak, pada tahun 2021 tercatat ada 65 ribu pengajuan dan tahun 2022 tercatat 55 ribu pengajuan.
"Ini kedaruratan pada anak-anak kita. Harus ada upaya penyelamatan bersama untuk bisa memutus mata rantai (perkawinan anak) ini dan ini harus kita lakukan bersama," ujarnya.
Pemerintah, melalui KemenPPPA terus berupaya menekan angka perkawinan anak di Indonesia, salah satunya dengan kembali mensosialisasikan Gerakan Bersama Setop Perkawinan Anak.
"Mengaktifkan kembali gerakan ini menjadi gerakan yang harus masif dilakukan bersama kementerian/lembaga, lembaga masyarakat, dan mitra pembangunan lainnya, dan juga Forum Anak," tuturnya.