REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengidentifikasi adanya risiko rasuah terkait program penurunan angka stunting atau gizi buruk di Indonesia. Praktik koruptif ini terjadi saat proses penganggaran, pengadaan, hingga pengawasan.
"Dari identifikasi yang KPK lakukan terdapat beberapa praktik dalam upaya penanganan prevalensi stunting yang berisiko menimbulkan korupsi," kata Koordinator Harian Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), Niken Ariati, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (26/1/2023).
Pada aspek penganggaran, Niken mengungkapkan, temuan lapangan menunjukkan adanya indikasi tumpang-tindih perencanaan dan penganggaran antara pemerintah pusat dan daerah. Selanjutnya, pada aspek pengadaan, adanya pengadaan yang bersumber dari DAK nonfisik masih belum berjalan optimal.
Selain itu, pada aspek pengadaan juga terdapat pengadaan barang yang tidak dibutuhkan. Ia mencontohkan, program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yang diseragamkan ke seluruh daerah tanpa analisis kebutuhan objek.