Jumat 27 Jan 2023 08:24 WIB

Rilis 108 Lembaga Amil Zakat tidak Berizin dari Kemenag Dinilai Kontraproduktif

Kemenag merilis 108 Lembaga Amil Zakat tak berizin.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Rilis 108 Lembaga Amil Zakat Tidak Berizin dari Kemenag Dinilai Kontraproduktif. Foto: Ilustrasi Zakat. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Rilis 108 Lembaga Amil Zakat Tidak Berizin dari Kemenag Dinilai Kontraproduktif. Foto: Ilustrasi Zakat. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Syariah, Yusuf Wibisono, menyampaikan, rilis Kementerian Agama (Kemenag) soal "Daftar 108 Lembaga Amil Zakat (LAZ) Tidak Berizin" ini mengejutkan dan sangat disayangkan. Karena kontraproduktif dengan upaya peningkatan kepercayaan publik kepada lembaga zakat dan berlawanan dengan program pemerintah sendiri untuk menggali potensi zakat nasional.

Ia mengatakan, di samping itu, dunia filantropi Islam baru saja dilanda tsunami pascakasus ACT. Sebelumnya, juga sempat dihantam isu terorisme. Setelah susah payah memulihkan kepercayaan publik justru pemerintah menerbitkan daftar lembaga zakat tidak berizin.

Baca Juga

"Dengan menyatakan bahwa 108 lembaga ini ilegal, sama artinya dengan meminta masyarakat untuk tidak berzakat ke lembaga-lembaga tersebut," kata Yusuf kepada Republika, Kamis (26/1/2023).

Ia menjelaskan, padahal lembaga-lembaga zakat yang ada di dalam daftar 108 itu banyak yang sudah lama berdiri, bahkan jauh sebelum lahirnya UU Nomor 23 Tahun 2011 yang menjadi alasan Kemenag menerbitkan daftar 108 lembaga tidak berizin ini. Mereka umumnya sudah dikenal luas masyarakat, dipercaya dan memiliki kredibilitas yang tinggi, yang terbukti dari kepercayaan muzaki dan penghimpunan dana mereka yang konsisten, bahkan meningkat dari waktu ke waktu, terlepas dari soal perizinan.

Langkah Kemenag mengumumkan daftar 108 lembaga zakat tidak berizin ini menjadi sulit dipahami. Tujuan apa yang hendak diraih. Langkah ini justru memperlihatkan ketidakpekaan pemerintah pada realitas sosial-keagamaan yang ada, bahwa masyarakat sudah memiliki lembaga zakat yang mereka percaya untuk mengelola dana zakat mereka. Tugas pemerintah justru untuk memfasilitasi dan mempermudah agar lembaga-lembaga ini memiliki izin, karena mereka membantu pelaksanaan ibadah masyarakat, yakni hak yang dijamin oleh konstitusi.

"Ketika pemerintah justru menerbitkan daftar 108 lembaga tidak berizin, menuduhnya beroperasi secara ilegal dan meminta masyarakat tidak lagi berzakat ke mereka, pemerintah dapat dianggap melanggar hak konstitusional masyarakat, yaitu menyalurkan zakat kepada lembaga yang mereka percaya," ujar Yusuf.

Ia menegaskan, yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah mendalami persoalan apa yang membuat lembaga-lembaga ini belum memiliki izin dan membantu mereka mendapatkannya, bukan melakukan kampanye negatif ke masyarakat.

"Menurut saya, pangkal masalah ada di UU Nomor 23 Tahun 2011. Perizinan dalam rezim UU Nomor 23 Tahun 2011 secara jelas hanya ditujukan untuk membatasi kebebasan LAZ. Berbeda dengan regulasi perizinan LAZ era UU Nomor 38 Tahun 1999 yang bersifat terbuka, akuntabel, dan melindungi kebebasan warga negara, regulasi perizinan era UU Nomor 23 Tahun 2011 bersifat diskriminatif, tidak proporsional dan membatasi kebebasan warga negara," ujarnya.

Yusuf mengatakan, dalam kasus 108 lembaga tidak berizin ini, melihat sebagian besar mereka bukannya tidak mau memiliki izin operasional, justru mereka sangat ingin mendapatkan izin resmi dari pemerintah. Namun, mereka tidak pernah mendapatkan izin.

"Secara singkat, mereka bukan lembaga zakat tidak berizin, tetapi lembaga zakat yang tidak diberi izin. Data dari Forum Zakat (FOZ) mengkonfirmasi hal ini. Dari penelusuran dan konfirmasi FOZ terhadap 108 lembaga tidak berizin ini, ternyata 26 persen dari mereka sedang mengurus proses perizinan. Namun, belum juga mendapatkan persetujuan meski sudah lama mengajukan dan sudah memenuhi semua persyaratan, bahkan 17 persen dari mereka sudah mendapat izin, dan 6 persen berstatus UPZ dari Baznas," kata Yusuf.

Ia mengatakan, hanya 51 persen dari 108 lembaga ini yang benar-benar belum memiliki izin dan belum mengurus proses perizinan. Hal ini menunjukkan bahwa ada masalah dalam ketentuan dan proses perizinan LAZ. Sehingga banyak di antara mereka yang tidak kunjung mendapat izin dan sebagian besar malah tidak mau mengurus perizinan.

Baca juga : Kemenkeu: Zakat dan Pajak Berfungsi untuk Lindungi Masyarakat

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement