REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A, Nawir Arsyad Akbar, Idealisa Masyrafina
Wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) pertama kali dilontarkan pertama kali oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar, pada pertengahan November 2022 lalu saat ia bertemu kepala desa se-Jawa Tengah dan Yogyakarta di Sleman, DIY. Dalam pertemuan itu, Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar, yang adalah adik dari mendes, menyatakan mendukung rencana tersebut dan akan mengupayakannya lewat revisi UU Desa di parlemen.
Selang beberapa bulan, ratusan kepala desa menggelar aksi turun ke jalan di Jakarta. Di depan gedung DPR, Jakarta, pada Selasa (17/1/2023), mereka menuntut perpanjangan masa jabatan kades dari enam tahun menjadi sembilan tahun lewat revisi UU Desa.
Namun, isu perpanjangan masa jabatan kades ini kemudian menjadi liar dan berbalik seperti bumerang bagi para kades. Mereka jadi terkesan memaksakan kehendak demi melanggengkan kekuasaan di desa masing-masing.
Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) kini mengaku merasa 'terjebak' dalam isu perpanjangan masa jabatan. Hal itu, menurut Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) Apdesi Muhammad Asri Anas, akibat dari godaan dari satu partai politik (parpol).
Padahal, menurut Asri, Apdesi sebelumnya hanya fokus terhadap delapan isu dalam rencana revisi UU Desa. Dari delapan isu tersebut, perpanjangan masa jabatan tidak termasuk.
"Kami menganggap godaan dari mohon maaf ya, saya sebut saja dari partai politik, politisi kepada teman-teman kepala desa bagaimana memperpanjang masa jabatan. Ini menurut kami agak tidak benar ini," kata Asri dalam sebuah diskusi daring, dikutip Kamis (26/1/2023).
Asri pun membantah argumentasi Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar, soal perpanjang masa jabatan ini. Mendes diketahui mengusulkan perpanjangan masa jabatan dengan alasan dua tahun awal kepemimpinan kades dihabiskan untuk mengurus perseteruan masyarakat akibat pilkades. Alhasil, selama dua tahun awal itu pembangunan desa tersendat.
Menurut Asri, itu hanyalah alasan yang dibuat-buat oleh Mendes Abdul. Sebab, perseteruan akibat pilkdes tidak begitu masif karena calon kades ataupun warga itu saling berkerabat dan bertemu setiap hari.
"Bagi saya, ini alasan politis saja untuk menggoda kepala desa jelang Pemilu 2024," kata Asri.
Asri lantas menyorot munculnya sejumlah video testimoni dari para kades yang mengucapkan terima kasih kepada PKB karena sudah mendukung rencana perpanjangan masa jabatan kades. Dia meyakini, video itu dibuat atas permintaan PKB.
"Saya mengecam parpol PKB yang meminta perangkat-perangkat desa untuk membuat video ucapan terima kasih karena sudah menyuarakan masa jabatan sembilan tahun. Sudahlah, harusnya kita jangan memolitisasi desa, jadi makin kacau ini," ujarnya.
Baca juga : Biaya Haji Naik Terus, Ini Jurus BPKH pada 2024