REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN - Seorang menteri Iran menyerukan toleransi yang lebih besar terhadap wanita yang tidak mengenakan hijab. Seruan ini terjadi di tengah protes yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini dalam tahanan.
Menteri Pariwisata dan Warisan, Ezzatollah Zarghami, merujuk pada fakta bahwa semakin banyak wanita terlihat tanpa mengenakan hijab sejak kematian Amini pada 16 September.
"Sayangnya, sikap tertutup ada di negara ini, tetapi kami tidak bisa lagi bersikap keras terhadap rakyat,” kata Zarghami seperti dikutip laman Strait Times, Jumat (27/1/2023).
"Untuk mengembangkan pariwisata dan meningkatkan kehidupan sosial, Anda harus membuka ruang, memahami masyarakat dan tidak ketat dengan mereka,” ujanya menambahkan. Zarghami mengatakan, dia sering menasihati seorang pria yang berperilaku kasar terhadap seorang wanita yang tidak mengenakan hijab untuk menutup matanya jika melihatnya menggairahkannya.
Amini, seorang Kurdi Iran berusia 22 tahun, meninggal dalam tahanan setelah ditangkap oleh polisi moralitas karena diduga melanggar aturan berpakaian yang ketat di negara itu. Zarghami dikritik keras oleh ultra-konservatif pada Oktober setelah dilaporkan mengkritik polisi moralitas.
Sejak pecahnya protes, unit polisi moralitas yang bertugas menegakkan aturan hijab jarang terlihat. Perempuan turun ke jalan tanpa wajib berhijab.
Kendati begitu, pihak berwenang mengisyaratkan kurangnya toleransi sejak awal tahun. Peringatan polisi bahwa wanita harus mengenakan hijab bahkan di dalam mobil.
Awal bulan ini, jaksa agung mengeluarkan arahan di mana polisi diperintahkan untuk menghukum dengan tegas setiap pelanggaran hijab. Pengadilan harus menghukum dan mendenda pelanggar, dengan hukuman tambahan, seperti pengasingan, larangan mempraktikkan profesi tertentu, dan menutup tempat kerja.
Iran mengatakan ratusan orang, termasuk personel keamanan, telah tewas dan ribuan ditangkap sehubungan dengan protes. Pemerintah Iran menyebut protes umumnya sebagai "kerusuhan".