REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Remaja asal Derby, Inggris, bernama Giorgia Green (14 tahun) dilaporkan meninggal dunia setelah menghirup aroma deodoran. Giorgia mempunyai kebiasaan menyemprotkan deodoran favoritnya ke selimut di kamarnya.
Menurut sang ayah, Paul Green, kebiasaan itu memberikan rasa nyaman dan rileks bagi putri autisnya. Sayangnya, kebiasaan Giorgia mendatangkan maut. Pada 11 Mei 2022, Giorgia meninggal.
Giorgia dikabarkan mengalami cardiac arrest (henti jantung) setelah menghirup deodoran aerosol. Menurut laporan pemeriksaan, penyebab medisnya tidak dipastikan, tetapi Giorgia dilaporkan konsisten menghirup aerosol.
Mayo Clinic menjelaskan, henti jantung tidak sama dengan serangan jantung. Henti jantung adalah hilangnya fungsi jantung, pernapasan, dan kesadaran secara tiba-tiba. Jika tidak segera mendapat perawatan medis, henti jantung bisa menyebabkan kematian.
Pada Mei lalu, kakak laki-laki Giorgia menemukannya sudah tidak responsif di kamar tidurnya. “Pintunya terbuka sehingga tidak seperti lingkungan yang tertutup. Jumlah semprotan deodoran lebih banyak dari yang orang biasa semprotkan. Jantungnya berhenti akibat menghirupnya,” kata sang ayah.
Asosiasi Produsen Aerosol Inggris (BAMA) mengatakan, produk deodoran sudah mempunyai peringatan yang sangat jelas. Menurut undang-undang, deodoran aerosol harus dicetak dengan peringatan "jauhkan dari jangkauan anak-anak.”
Sebagian besar deodoran aerosol juga dilengkapi dengan peringatan yang menyatakan, "penyalahgunaan pelarut dapat membunuh seketika". Ini bukan persyaratan hukum tetapi direkomendasikan oleh BAMA karena risiko orang yang sengaja menghirup aerosol tinggi.
Namun, orang tua Giorgia mengatakan, ukuran tulisan peringatan tersebut sangat kecil. Mereka yakin banyak orang tua yang membelikan deodoran untuk anaknya tidak memperhatikan peringatan tersebut.
Menurut mereka, tulisan peringatan harus diubah menjadi “Penggunaan pelarut dapat membunuh secara instan.” Kantor Statistik Nasional (ONS) mencatat, deodoran masuk dalam 11 sertifikat kematian antara tahun 2001 dan 2020.
ONS mengatakan, zat tersebut telah dikaitkan dengan sejumlah kematian. “Menghirup gas butana atau propana dapat menyebabkan gagal jantung,” kata ONS.
BAMA menanggapi dengan sangat serius setiap insiden yang melibatkan produk aerosol dan sangat sedih setelah mengetahui kematian seorang remaja. "Sebagai asosiasi industri, kami bekerja sama dengan produsen untuk memastikan bahwa aerosol dibuat dengan standar keamanan tertinggi dan diberi label, dengan peringatan yang sangat jelas dan instruksi penggunaan serta merekomendasikan agar siapa pun yang menggunakan aerosol melakukannya sesuai dengan instruksi produsen,” ujar BAMA.
"Kami juga merekomendasikan untuk menerapkan sejumlah peringatan tambahan dan petunjuk penggunaan di luar, yang diwajibkan oleh peraturan dan terus meninjaunya untuk mendorong penggunaan aerosol yang aman,” katanya.