REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- PSSI akan melaksanakan Kongres Luar Biasa pada 16 Februari 2023 yang berisi agenda utama pemilihan Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, dan anggota Exco.
Pemerhati sepak bola nasional Sigit Nugroho mendorong agar Komite Pemilihan PSSI mengadakan debat terbuka calon ketua umum. Hal itu berdasarkan usulan dan keinginan dari publik pecinta sepak bola nasional yang ingin melihat lebih dalam kemampuan masing-masing kandidat.
Menurut Sigit, sepak bola sudah jadi agenda keseharian masyarakat Indonesia dan debat kandidat secara terbuka kepada para calon Ketum PSSI ini sangat bagus untuk mengetahui sejauh mana visi-misi para calon Ketum PSSI dalam memajukan sepak bola Indonesia ke depan. Selain itu, debat publik nanti memberikan ruang besar bagi para calon menyampaikan visi-misi mereka secara langsung tanpa melalui teks.
“Itu usulan bagus, mungkin mengacu pada debat calon presiden. Dari acara ini akan diketahui visi misi yang disampaikan sang calon secara verbal, bukan berupa teks atau narasi yang disusun tim sukses mereka,” kata Sigit Nugroho kepada wartawan, Jumat (27/1/2023).
Dikatakan Sigit, lewat debat publik nanti akan diketahui kemampuan para kandidat Ketum PSSI dalam membangun sepak bola Indonesia. “Akan tampak orisinalitas kemampuan, kapabilitas dalam cara berpikir terkait pembangunan dan pengembangan sepak bola Indonesia,” ujarnya.
Dijelaskan mantan komentator bola ini, masyarakat Indonesia saat ini sudah mulai peka dengan kondisi sepak bola Indonesia, khususnya terkait kerja-kerja PSSI sebagai organisasi induk sepak bola di Indonesia.
“Saya melihat adanya keinginan publik untuk mengetahui kedalaman, kemampuan para calon. Memang, mereka tidak expert di semua aspek sepak bola nasional, soalnya ketua kan nanti dibantu para Exco,” ucapnya.
“Tapi setidaknya kemampuan manajerial dan tawaran solusi atas masalah-masalah besar sepak bola kita, akan diketahui lewat debat terbuka. Bisa jadi ini juga mereduksi ketidak-percayaan publik terhadap kemampuan para calon,” jelasnya.
Sigit menyarankan agar semua calon Ketum PSSI harus menghadiri debat terbuka jika benar-benar dilaksanakan. Pasalnya, jika ada calon yang tidak menghadiri debat terbuka nanti, maka sudah dipastikan calon tersebut tidak layak memimpin PSSI, karena dirinya lebih mementingkan kesibukan lain dari pada kemajuan sepak bola Indonesia.
“Saya kira para calon ketua wajib hukumnya hadir di sesi ini. Alasan kesibukan bisa dicarikan solusi dengan pencarian jadwal yang klop di antara para calon. Jika tidak hadir tentu jadi preseden buruk ke depannya, bagaimana mau menumpahkan perhatiannya pada sepak bola jika di acara krusial begini dia menyepelekan?,” tegas Sigit.
Sigit pun mengakui kelima calon Ketum PSSI yakni Erick Thohir, La Nyalla Mattalitti, Doni Setiabudi, Fery Djemy Francis dan Arif Putra Waciksano memahami apa yang harus dilakukan ke depan dalam memajukan sepak bola Indonesia. Namun, para pemilih harus pandai memilih pemimpin PSSI demi perbaikan sepak bola Indonesia, termasuk penyelesaian kasus tragedi Kanjuruhan Malang.
“Terhadap para calon maupun pembawa acara, saya tak punya pesan. Mereka tentu sudah paham apa yang harus dilakukan. Saya justru ingin berpesan pada para voters, hendaknya bisa membuka hati pada situasi sepak bola Indonesia yang prihatin pasca tragedi Kanjuruhan,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, Sigit berharap para pemilik hak suara memilih calon yang punya kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan utama dalam sepak bola Indonesia. “Pilihlah ketua yang punya kemampuan solutif atas berbagai masalah bola. Bukan cuma berlabel paham,” harapnya.
Sejauh ini pengurus PSSI masih menganggap remeh tragedi Kanjuruhan Malang yang menewaskan 135 orang. Hal itu terlihat dari pengelolaan pertandingan lanjutan Liga 1 yang masih amburadul dan juga masih ada aksi kekerasan.
“Harus mengaca, pengelolaan pertandingan oleh PSSI dan turunannya, di mata saya amat parah. Sudah terjadi kasus Kanjuruhan, masih saja SOP keamanan diabaikan. Faktanya, bus pemain Thailand dilempari hingga kaca pecah (Piala AFF di SU GBK). Begitu pula kemarin, bus Arema dilempari saat kalah di markas PSS Sleman,” jelasnya lagi.
“Tak diperlukan ketua umum yang emosional dalam merespons masalah, tapi yang cerdas dan solutif,” ujarnya.