REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) mengaku tidak menjadikan wacana perpanjangan jabatan kepala desa (Kades), dari enam tahun menjadi sembilan tahun, sebagai prioritas organisasi. Apdesi lebih fokus memperjuangkan delapan isu, mulai dari kewenangan hingga Dana Desa, agar diakomodasi dalam revisi UU Desa.
Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) Apdesi Muhammad Asri Anas mengatakan, Dana Desa menjadi prioritas karena jumlahnya terlalu kecil. Setiap desa diketahui menerima transfer Dana Desa dari APBN sekitar Rp 1 miliar per tahun.
Menurut Asri, hal itu terjadi karena formulasi yang digunakan pemerintah pusat juga terlalu kecil dalam menentukan porsi Dana Desa. Berdasarkan perhitungannya, total pagu Dana Desa tahun 2021 sebesar Rp 72 triliun baru 2,3 persen dari total APBN.
"Dalam hitungan kami, pagu Dana Desa yang paling ideal itu adalah 8 sampai 10 persen dari APBN. Dengan begitu, setiap desa akan menerima Dana Desa Rp 5 miliar sampai Rp 10 miliar," kata dalam sebuah diskusi daring, dikutip Jumat (27/1/2023).
Asri berpendapat, dengan Dana Desa Rp 5 miliar, tentu pembangunan infrastruktur akan semakin masif di desa. Sebab, dengan Dana Desa Rp 1 miliar per desa per tahun saja sudah terbangun 200 ribu kilometer lebih jalan desa di seluruh desa di Tanah Air.
"Coba bayangkan bagaimana kalau Dana Desa lebih besar anggarannya dan diberikan otonomi kepada desa untuk mengelolanya," ujarnya.
Dia pun menanggapi kritikan soal banyaknya kades yang ditangkap karena korupsi. Asri menyebut, dalam delapan tahun terakhir memang ada sekitar 700 kades yang terlibat kasus korupsi. Kendati begitu, dia mengeklaim jumlah tersebut masih jauh lebih kecil dibandingkan jumlah anggota DPRD kabupaten yang tersangkut kasus pencurian uang rakyat.
"Jadi, saya melihat dampak positif jauh lebih bagus dari pada dampak negatifnya dari meningkatnya alokasi Dana Desa," ujar Asri.
Terkait wacana perpanjangan masa jabatan kades menjadi sembilan tahun, Asri menegaskan, isu itu tidak pernah dibahas Apdesi. Dia menuding isu tersebut dilontarkan oleh satu partai politik kepada para kades demi mendapatkan dukungan mereka dalam gelaran Pemilu 2024.
"Kami menganggap godaan dari mohon maaf ya saya sebut saja dari partai politik, politisi kepada teman-teman kepala desa bagaimana memperpanjang masa jabatan," katanya.
Dia pun memperkirakan hanya 15 persen kades yang ikut menyuarakan isu perpanjangan masa jabatan itu. Isu pemerintahan desa ini menjadi sorotan publik usai ratusan kades menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR, Jakarta, pada Selasa (17/1/2023) lalu.
Mereka menuntut perpanjangan masa jabatan kades dari enam tahun menjadi sembilan tahun lewat revisi UU Desa. Presiden Jokowi mempersilakan para kades untuk membicarakan hal tersebut dengan DPR RI.
Adapun Komisi II DPR RI mengaku telah mengusulkan agar UU Desa direvisi. Tapi, Komisi II menyatakan jabatan kades tidak akan serta merta ditambah, karena harus dikaji terlebih dahulu baik dan buruknya.