REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR - Pelaksanaan program rekalibrasi bagi tenaga kerja asing (TKA) ilegal di Malaysia menyumbang lebih dari 700 juta ringgit Malaysia (sekitar Rp2,47 triliun) pada pendapatan negara itu tahun lalu.
Menteri Dalam Negeri Malaysia Saifuddin Nasution Ismail dalam konferensi pers di Putrajaya, Jumat (27/1/2023), mengatakan dalam rapat yang dipimpin Perdana Menteri Anwar Ibrahim beberapa minggu lalu, kementeriannya menyatakan kesiapan untuk memfasilitasi program tersebut.
"Karena rekalibrasi ini satu tahun lepas menyumbang lebih 700 juta ringgit revenue pada kerajaan. Pada masa yang sama dapat memenuhi keperluan mereka. Dan sumber tenaga kerja itu berada dalam negara," kata Saifuddin.
Pemerintah setempat memutuskan untuk melanjutkan program rekalibrasi bagi TKA yang tidak memiliki dokumen kerja resmi di sana. "Konteks program tersebut dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang besar di sektor ekonomi," kata dia.
Terkait biaya rekalibrasi, Saifuddin mengatakan sejauh ini tidak ada perubahan. Pihak imigrasi juga menyampaikan bahwa program tersebut berjalan seperti yang diharapkan dan tidak ada persoalan besar dari sisi kebijakan.
Jika seorang majikan mengambil pekerja migran tanpa dokumen resmi dan dengan kelebihan masa tinggal, maka sang majikan dikenai biaya, maksimal 3.100 ringgit (sekitar Rp10,95 juta).
Program rekalibrasi TKA tahun ini yang berlaku pada 27 Januari-31 Desember diperuntukkan bagi delapan sektor, yaitu manufaktur, konstruksi, pertambangan dan penggalian, penjaga keamanan, jasa, perladangan, pertanian, pembantu rumah asing.