REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki total 21 tersangka rasuah yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Sebanyak 17 buronan dari jumlah tersebut sudah ditangkap, dan empat lainnya masih melarikan diri.
Adapun keempat buronan yang hingga kini belum tertangkap antara lain, eks calon legislatif (caleg) PDIP, Harun Masiku.
Dia merupakan penyuap mantan Wakil Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan terkait Penetapan Anggota DPR RI terpilih 2019-2024 di KPU. Harun Masiku masuk dalam DPO sejak 17 Januari 2020.
Kemudian, tersangka kasus dugaan suap terkait pengadaan pada PT PAL, yakni Kirana Kotama alias Thay Ming. Dia ditetapkan sebagai buron sejak 15 Juni 2017.
Lalu, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin yang telah masuk DPO sejak 19 Oktober 2021. Dia merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan KTP Elektronik tahun 2011-2013.
Terakhir, Bupati Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak. Dia adalah tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek pengadaan barang/jasa di Kabupaten Mamberamo Tengah, Papua. Dia menambah panjang daftar pencarian orang di KPK sejak 15 Juli 2022.
KPK pun menegaskan bakal terus mengejar keberadaan empat buronan ini. "KPK tentu terus berupaya untuk mengejar dan menangkap empat DPO lainnya," kata Ketua KPK, Firli Bahuri dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (28/1/2023).
Firli memastikan bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan lembaga terkait lainnya, baik di dalam maupun luar negeri untuk mencari keempat buronan tersebut.
Sebab, dia menjelaskan, persembunyian para tersangka itu tidak hanya terbatas di wilayah NKRI saja, tapi sangat terbuka kemungkinan mereka mengakses wilayah di luar kewenangan yuridiksi Indonesia.
"Karena korupsi adalah salah satu transnational organized crime. Sehingga dalam beberapa perkara yang ditangani KPK, tidak hanya pelaku, namun juga aset-aset hasil tindak pidana korupsi pun seringkali disembunyikan di luar negeri," ungkap Firli.