REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian fokus mendukung dan menjaga daya saing produk olahan industri agro dalam negeri agar dapat menembus pasar ekspor, seperti ke Uni Eropa.
"Kami optimistis, posisi tawar Indonesia dengan Eropa harusnya sudah cukup bagus, termasuk yang telah dilakukan oleh industri pengolahan di sektor agro khususnya produk olahan sawit," kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika lewat keterangannya di Jakarta, Jumat (29/1/2023).
Nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa untuk produk industri agro pada 2021 mencapai 6,04 juta dolar AS, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 4,5 juta dolar AS.
Namun, setelah disepakatinya EU Regulation on Deforestation-Free Supply oleh Komisi Eropa, Dewan Eropa dan Parlemen Eropa, pemerintah perlu melakukan antisipasi agar produk industri agro asal Indonesia bisa kompetitif. Mengenai revolusi pengolahan sawit di dalam negeri, Putu menegaskan Kemenperin telah memiliki unit kerja yang menangani industri hijau sehingga dapat mendorong implementasi kebijakan green industry.
"Dalam waktu dekat, akan diperkenalkan teknologi baru ekstraksi minyak sawit tanpa uap (Steamless Palm Oil Treatment), sehingga emisi CO2 dapat berkurang jauh," ungkapnya.
Teknologi ini akan berdampak pada lokasi pabrik yang sudah tidak perlu lagi dekat dengan sungai. Jadi bisa berlokasi di perkebunan sehingga lebih efisien.
"Tidak perlu bleaching, melainkan menggunakan teknologi pasteurisasi, sehingga nutrisi (betacarotene, provitamin A) masih tetap terjaga dan tidak perlu difortifikasi," imbuhnya.
Putu juga menyampaikan bahwa produk turunan kakao dan kopi sejatinya dapat memenuhi ketentuan di pasar Uni Eropa. "Produk olahan kakao 70 persennya kita ekspor dan sudah memiliki beragam sertifikasi internasional seperti sertifikasi bukan berasal dari lahan deforestasi, sertifikat fair trade, dan lain-lain," sebutnya.
Sedangkan untuk produk kopi, saat ini sudah terdapat 39 indikasi geografis di Indonesia yang menjadi keunggulan tersendiri memasuki pasar Uni Eropa. Oleh karena itu, menurut Putu, kolaborasi antara produsen dan operator industri agar memenuhi persyaratan ekspor ke pasar Uni Eropa.
"Diperlukan kesepakatan mengenai how to pay atau beban biaya terkait data tersebut," ujarnya.