REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kebebasan beragama di Swedia semakin tak karuan sejak aksi ekstremis Rasmus Paludan membakar Alquran pada Sabtu 21 Januari. Aksi provokatif itu dilakukannya di depan kantor Kedutaan Besar Turki di Stockholm. Aksi yang sama juga dilakukan Paludan di Denmark belum lama ini.
Aksi menista kitab suci Alquran ini mengundang respons jutaan orang dari seluruh kawasan. Bahkan Pemerintah Turki mengecam keras aksi tersebut. Turki memandang Swedia membiarkan penistaan terhadap Alquran terjadi, sehingga negara itu menolak kunjungan menteri Swedia ke Turki.
Tak hanya itu, Pemerintah Turki juga mengusulkan kepada aliansi NATO untuk menolak Swedia sebagai anggota perkumpulan tersebut. Sekali lagi penyebabnya adalah negara itu dinilai sengaja membiarkan aksi penistaan terhadap Alquran.
Bukannya direspons dengan permintaan maaf, dinamika politik dalam negeri Swedia ternyata malah semakin provokatif merespons hal tersebut. Politisi Swedia Richard Jomshof misalkan, malah mengusulkan agar ada aksi yang lebih parah dari yang dilakukan Rasmus Paludan, yaitu dengan membakar lebih banyak Alquran sebagai respons terhadap ketegasan Turki.