REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono menilai, sulit untuk mencapai target penurunan kemiskinan hingga 7 persen dan kemiskinan ekstrem nol persen 2024. Ini didasarkan grafik tren penurunan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem.
Margo menjelaskan, kondisi kemiskinan pada 2022 adalah sebesar 9,52 persen, sedangkan kemiskinan ekstrem pada 2022 di angka 2,04 persen. Sementara, target pemerintah pada 2024 yakni mengejar kemiskinan ke level 7 persen dan kemiskinan ekstrem itu mendekati nol persen.
"Kalau dilihat dari tren data sepertinya agak sulit ya untuk mencapai angka 7 persen maupun kemiskinan ekstrem dari 2,04 pada 2022 ke 2024 menjadi nol persen. Kalau melihat tren datanya, sulit rasanya," ujar Margo dalam acara Launching Reformasi Birokrasi BPS Tahun 2023 dan Hasil Long Form Sensus Penduduk 2020 yang disiarkan daring Senin (30/1/2023).
Meski demikian, kata Margo, target ini tetap bisa dikejar yakni dengan perbaikan sistematik dalam tata kelola penanggulangan kemiskinan. Dengan penanganan kemiskinan secara biasa tidak bisa menurunkan angka kemiskinan maupun kemiskinan ekstrem sesuai target.
"Kalau lihat kita melakukan business as usual agak sulit mencapai target pemerintah tapi kita perlu berupaya bagaimana melakukan percepatan, melakukan tata kelola baru agar target 2024 itu bisa dicapai baik untuk kemiskinan maupun kemiskinan ekstrem," kata Margo.
Margo menjelaskan hasil pemantauan BPS dalam data pengembangan kemiskinan ekstrem di 212 kabupaten/kota yang menjadi prioritas pada 2022 lalu. Jika dilihat datanya, rata-rata angka kemiskinan di 212 kabupaten/kota pada Maret 2021 sebesar 3,61 persen, kemudian Maret 2022 turun menjadi 2,76 persen.
Dia memerinci, persentase miskin ekstrem menjadi tidak miskin ekstrem itu sebanyak 2,91 persen, yang menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan ekstrem. Namun, jumlah yang posisinya miskin ekstrem tetap dari 2021 hingga tahun 2022 juga ada sebanyak 0,70 persen.
Sedangkan, data masyarakat yang pada Maret 2021 tidak miskin ekstrem posisinya tetapi di Maret 2022 justru menjadi miskin esktrem yaitu sebanyak 2,06 persen.
"Kemiskinan itu adalah dinamis maka perlu dirancang tata kelola data yang baik agar target itu menjadi clear, sasarannya menjadi clear. Ini perlu dibangun dan juga perlu ditetapkan dengan jelas, siapa yang miskin ekstrem itu. Ini perlu agar semua Kementerian lembaga termasuk daerah mempunyai target yang sama kepada sasaran yang ingin kita capai," ujarnya.
Pemerintah pun melakukan Pendataan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) pada 2022 untuk mengumpulkan data seluruh penduduk yang terdiri atas profil, kondisi sosial, ekonomi, dan tingkat kesejahteraan. Tujuannya, kata Margo, untuk mengintegrasikan seluruh data ke dalam satu sistem reformasi perlindungan sosial dan diketahui peringkat kesejahteraan dari yang miskin ekstrem sampai dengan yang paling kaya di Indonesia.
"Jadi, lingkaran besar ini kemarin sudah kita data dan tahun ini akan kita sempurnakan dan akan kita peringkat kesejahteraannya. Apa gunanya peringkat agar kita berfokus kalau pemerintah ingin berfokus kepada miskin ekstrem, maka semua bergerak kepada kelompok yang paling bawah, itulah sasarannya yang harus dikeroyok oleh seluruh pemerintah baik di pusat maupun di daerah," ujarnya.