REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Sipil Kawal Pemilu Bersih menyoroti proses seleksi calon komisioner KPU provinsi dan kabupaten/kota yang akan dimulai Februari 2023 ini. Mereka khawatir, anggota KPU daerah yang terlibat praktik dugaan kecurangan terpilih kembali menjadi komisioner.
"Kita semua sepakat di koalisi ingin mengingatkan agar dalam proses seleksi, jangan dipilih lagi mereka yang nyata telah ikut di dalam proses kecurangan," kata perwakilan koalisi, Hadar Nafis Gumay yang merupakan peneliti senior Netgrit, saat konferensi pers daring, Senin (30/1/2023).
Untuk diketahui, terdapat 16 provinsi yang akan berganti komisioner KPU pada 2023. Ada pula empat provinsi baru di Papua yang kursi komisionermya perlu diisi. KPU RI telah menetapkan nama anggota tim seleksi untuk menyeleksi calon komisioner KPU di 20 provinsi itu. Dalam tahun ini juga, akan dilakukan pula seleksi calon komisioner untuk 118 KPU kabupaten/kota.
Sementara itu, kasus dugaan kecurangan yang ditengarai melibatkan sejumlah komisioner KPU RI dan komisioner KPU daerah masih terus bergulir. Koalisi sipil telah menyampaikan dugaan kecurangan demi meloloskan partai tertentu ini ke DPR. Di sisi lain, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga tengah memproses aduan terkait dugaan kecurangan ini.
Hadar mengaku khawatir, anggota KPU daerah yang terlibat dugaan kecurangan diloloskan dalam proses seleksi. Sebaliknya, mereka yang menentang praktik culas itu malah disingkirkan. Sebab, kata dia, sebelumnya sudah ada ancaman seperti itu.
"Kita tahu, ada semacam ancaman intimidasi dan juga iming-iming bahwa hati-hati kalau tidak ikuti (memanipulasi data partai) bisa tidak terpilih kembali. Atau sebaliknya, kalau baik-baik saja mau ikut, maka akan terpilih kembali," ujarnya.
Menurut Hadar, anggota KPU daerah yang terlibat aktif dalam praktik culas itu seharusnya tidak dipilih kembali. Mereka tidak pantas kembali menjabat karena sudah bekerja tidak jujur.
"Kalau model-model seperti ini (anggota terlibat dugaan kecurangan) yang akan mengisi, melanjutkan pekerjaan pemilu di daerah, maka jangan berharap pemilu kita bisa menjadi pemilu yang dapat dipercaya, yang demokratis, yang menghasilkan pemerintahan yang punya legitimasi tinggi," ujar mantan komisioner KPU RI itu.