Senin 30 Jan 2023 17:10 WIB

Soal Dana Kemiskinan, Anas: Itu karena Contoh Logical Framework

Kata Anas, sebagian program kemiskinan belum berdampak optimal, bukan semua anggaran.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Mansyur Faqih
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) Abdullah Azwar Anas.
Foto: Republika/Prayogi
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) Abdullah Azwar Anas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Abdullah Azwar Anas, memaparkan duduk persoalan anggaran terkait penanganan kemiskinan. Menurut Anas, sebagian program kemiskinan belum berdampak optimal, bukan semua anggaran tersedot untuk rapat dan studi banding kemiskinan.

"Jadi begini, setelah kita pilah, ada sejumlah instansi, terutama di beberapa daerah, yang program kemiskinannya belum sepenuhnya berdampak optimal. Misal ada studi banding soal kemiskinan, ada diseminasi program kemiskinan berulang kali di hotel. Faktualnya itu ada, tapi bukan kurang-lebih Rp 500 triliun habis untuk studi banding dan rapat," ujar Anas lewat keterangannya, Senin (30/1/2023).

Anas menambahkan, arahan Presiden Joko Widodo sudah jelas, yaitu anggaran yang ada harus dibelanjakan dengan tepat sasaran untuk program yang berdampak langsung ke warga. Anas mencontohkan apa yang dialami di kementeriannya, yang setiap hari menerima tamu dari berbagai daerah di Tanah Air untuk berkonsultasi terkait berbagai kebijakan Kemenpan-RB.

"Tentu biaya perjalanan dinas harus dipilah. Mana yang perlu, mana yang tidak. Seperti pekan lalu, kami menerima jajaran pemkab dari Sumatra dan Kalimantan sangat jauh daerahnya, untuk konsultasi soal reformasi birokrasi tematik kemiskinan. Ada 5-10 orang dari pemda. Itu baru satu pemda. Setiap hari bisa 10 pemda yang datang. Sudah berapa biayanya," terang dia.

Maka, kata Anas, sekarang konsultasi dan sebagainya dapat dilakukan secara daring. Sehingga setiap hari ada konsultasi via daring untuk menghemat agar pemerintah-pemerintah daerah tidak perlu ke Jakarta. Menurut dia, lebih baik anggarannya dialihkan menambah alokasi pemberdayaan yang langsung berdampak ke masyarakat sebagaimana arahan presiden.

Anas menjelaskan, pernyataan soal anggaran kemiskinan disampaikan ketika sosialisasi kebijakan baru mengenai jabatan fungsional secara hibrida di hadapan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah beberapa hari lalu. Ketika itu, konteksnya adalah membangun logical framework yang jelas soal reformasi birokrasi tematik pengentasan kemiskinan.

Saat itu, Anas memaparkan, logical framework pemerintah daerah soal pengentasan kemiskinan harus fokus. Apabila tujuannya pengentasan kemiskinan, maka contoh program yang dapat dilakukan adalah peningkatan daya beli warga hingga meningkatkan akses murah terkait pendidikan untuk mengurangi beban pengeluaran keluarga menengah ke bawah.

"Saat itulah saya sampaikan ada program instansi pemerintah yang belum selaras. Tujuannya mengurangi kemiskinan, tetapi sebagian programnya studi banding dan diseminasi atau rapat sosialisasi program kemiskinan. Jadi bukan semua anggaran untuk studi banding atau rapat, tapi sebagian ada, sehingga belum sepenuhnya selaras dengan tujuan," kata Anas.

"Ada pula yang inginnya mengurangi stunting, tapi kegiatannya sosialisasi gizi, di sisi lain pembelian makanan untuk bayi malah tidak dialokasikan. Padahal arahan presiden jelas, bahwa di tengah tantangan fiskal yang ada, instansi termasuk di daerah harus cermat membelanjakan dana. Setiap rupiah dampaknya harus optimal dan langsung ke masyarakat," sambung dia.

Anas juga mengaku acap kali mencontohkan dampak program yang kurang optimal, seperti tujuannya pelestarian sungai, tetapi kegiatan di daerah adalah seminar soal revitalisasi sungai. Dia mengatakan, bukan berarti seminar tidak penting, tetapi dengan anggaran terbatas seyogianya untuk membeli bibit pohon untuk ditanam di daerah sekitar sungai.

"Ketika menjelaskan contoh logical framework itulah timbul persepsi anggaran kemiskinan tersedot untuk rapat dan studi banding. Padahal kami mencontohkan sebagian logical framework yang belum selaras, bukan menyebutkan anggaran habis untuk rapat," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement