REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan pada Senin (30/1/2023), akan mendesak warga Israel dan Palestina untuk meredakan ketegangan. Dia menegaskan kembali visi perdamaian yang telah lama terhenti sebagai satu-satunya jalan penyelesaian.
"Tidak diragukan lagi ini adalah saat yang sangat sulit. Kami telah melihat, selama berbulan-bulan, meningkatnya kekerasan yang mempengaruhi begitu banyak orang," kata Blinken di Kairo sebelum berangkat ke Tel Aviv.
Blinken menggambarkan Washington sangat percaya pada solusi dua negara dapat dinegosiasikan bersama. "Satu-satunya jalan menuju resolusi konflik yang bertahan lama," ujarnya.
Dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas nantinya, Blinken menegaskan, akan mendorong pihak-pihak untuk mengambil langkah-langkah untuk menenangkan keadaan. Mereka akan diminta untuk mengurangi ketegangan.
Putaran terakhir pembicaraan yang disponsori AS tentang kemerdekaan Palestina bersama Israel terhenti pada 2014. Pemerintah garis keras baru Netanyahu termasuk mitra yang menentang negara Palestina dan pengawasan atas wilayah Palestina dibagi antara kelompok Fatah yang diwakili Abbas dan Hamas yang menguasai wilayah Jalur Gaza.
Dalam kekerasan terbaru, para pejabat Palestina mengatakan, pasukan Israel membunuh seorang pria berusia 26 tahun di sebuah pos pemeriksaan wilayah pendudukan Tepi Barat. Tentara Israel mengatakan, pasukan menembaki mobil pria itu setelah menabrak salah satu dari anggota dan berusaha melarikan diri dari pemeriksaan.
Israel berada dalam siaga tinggi setelah seorang Palestina melepaskan tembakan di luar sinagog pekan lalu dan membunuh tujuh orang dalam serangan terburuk di wilayah Yerusalem selama lebih dari satu dekade. Kekerasan ini menyusul serangan Israel di kota Jenin di Tepi Barat dan membunuh 10 orang Palestina.
Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan, sejak 1 Januari, setidaknya 35 warga Palestina, baik sosok bersenjata maupun warga sipil, telah meninggal dalam serangan hampir setiap hari oleh tentara Israel. Kondisi ini membuat Januari merupakan bulan paling berdarah di Tepi Barat sejak 2015.