REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Koordinasi Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) Odo RM Manuhutu mengatakan, jika target 1,2 miliar-1,4 miliar perjalanan wisatawan nusantara 2023 tercapai, maka mereka menyumbang nilai ekonomi hingga Rp 3.310 triliun.
"Jika tahun ini kita bisa mencapai 1,2-1,4 miliar perjalanan (wisatawan nusantara) maka akan tercipta nilai ekonomi kurang lebih Rp3.310 triliun," kata .
Odo menuturkan pemerintah fokus memulihkan sektor pariwisata pascapandemi Covid-19 melalui peningkatan wisatawan nusantara (wisnus). Ia mengakui, Asia Tenggara merupakan salah satu wilayah yang paling lambat pemulihan pariwisatanya di dunia.
"Hal itu dikarenakan negara-negara yang sangat tergantung dengan wisatawan asing mengalami penurunan perolehan pendapatan dari pariwisata pada 2020-2022 sebagai dampak pandemi Covid-19," kata Odo dalam Seminar Nasional "Sinergi dan Inovasi Memperkuat Ketahanan dan Kebangkitan Menuju Indonesia Maju" di Jakarta, Senin (30/1/2023).
Sementara, lanjut dia, negara-negara yang cepat pulih sektor pariwisatanya justru mengandalkan sektor domestik. Oleh karena itu ke depan, lanjutnya, harus lebih banyak mendorong peningkatan wisatawan domestik. Ia yakinsemakin tinggi pangsa wisatawan domestik, maka semakin cepat pemulihan pendapatan sektor pariwisata.
Sementara jumlah perjalanan wisnus per penduduk di Indonesia masih rendah yakni 2,6 kali per tahun dibanding dengan Malaysia, China, dan Jepang. Untuk itu, Kemenkomarves mendorong peningkatan jumlah perjalanan wisatawan Indonesia yang rata-rata 2,6 kali mendekati lima kali per tahun dan melampaui target 2022 dengan kurang lebih 800 juta perjalanan wisnus.
Jika tercapai target 1,2 miliar-1,4 miliar perjalanan wisnus pada 2023, maka pariwisata Indonesia diproyeksikan bergantung pada sektor domestik hingga 90 persen dan hanya 10 persen bergantung pada perjalanan wisatawan asing.
Adapun upaya pemerintah untuk memperkuat sektor domestik adalah menggelontorkan dana kurang lebih Rp6,5 triliun, terutama untuk pembangunan fasilitas infrastruktur, aksesibilitas dan amenitas di lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP).
Tantangan utama yang juga harus dihadapi adalah seputar isu perizinan, insentif yang harus memadai serta kualitas dari infrastruktur dan aksesibilitas.
"Belajar dari negara-negara yang sudah maju adalah mereka bukan investasi di promosi tapi investasidi infrastruktur. Ketika infrastrukturnya rapi dan kemudian destinasinya bagus dan juga ada atraksi, maka secara otomatis wisatawan datang apakah domestik atau asing," tuturnya.