REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 33 kejadian bencana pada 23-29 Januari 2023. Bencana-bencana tersebut didominasi oleh bencana hidrometeorologi basah.
Pelaksana tugas Kepala Pusat Data dan Informasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan, bencana gelombang pasang abrasi yang terjadi masing-masing satu kali kejadian, banjir 16 kali kejadian, longsor 10 kejadian, dan gempa bumi ada dua kali kejadian.
"Satu hal yang perlu kita perhatikan bahwa kita masih pada periode puncak musim hujan. Jadi sampai nanti, akhir atau mungkin di awal bulan Maret, kita masih harus waspada kejadian bencana hidrometeorologi basah khususnya banjir, tanah longsor dan cuaca ekstrem," ujar Abdul, Senin (31/1/2023).
Meski demikian, Abdul mengingatkan ada kejadian gempa kerak dangkal yang terjadi terakhir kali di Pengalengan, Bandung, dengan magnitudo 4,0 cukup yang merusak sekitar 40 rumah. "Meskipun kita sedang pada puncak musim hujan, kewaspadaan kita terhadap potensi bencana geologi itu masih harus tetap diperhatikan. Khususnya untuk kita melihat kembali rumah-rumah kita masing-masing," ujarnya.
Abdul memaparkan, secara spasial kejadian bencana di Indonesia pada pekan tersebut sangat dominan oleh bencana hidrometeorologi basah, banjir, puting beliung, dan tanah longsor. Kejadian banjir di antaranya tampak di wilayah Sumatra dan Jawa. Abdul menekankan, pada Sumatra, kejadian banjir dikaitkan dengan alih fungsi lahan yang cukup signifikan. Khususnya pada Pulau Jawa bencana hidrometeorologi tidak lepas dari faktor populasi, dimana populasi cukup tinggi.
BNPB juga melakukan intervensi dengan teknologi modifikasi cuaca (TMC) ke beberapa daerah untuk membantu sejumlah daerah yang masih dilanda banjir, agar cepat surut dan mengering. Namun Abdul mengatakan, kejadian paling signifikan adalah banjir Manado, Sulawesi Utara, yang menyebabkan satu orang tewas, dan empat tewas akibat longsor. dan hampir 2.000 jiwa mengungsi. Arus banjir yang cukup besar membuat kerusakan pada rumah-rumah.
Menurut Abdul, potensi curah hujan tinggi dipengaruhi adanya beberapa bibit siklon juga di regional di Samudra Hindia dan juga Samudra Pasifik, yang mempengaruhi kelembaban dan uap air yang ada di Indonesia. Saat ini, Indonesia masih dalam fase pengaruh La Nina dan juga Median Julian Oscillation, atau Indian Ocean Dipole di sebelah barat yang menunjukkan masih adanya pengaruh awan basah. Sementara di timur di Pasifik, Indonesia juga masih dalam pengaruh La Nina negatif, sehingga ini masih membawa uap air dalam jumlah besar di sebagian besar wilayah Indonesia.