Selasa 31 Jan 2023 08:48 WIB

Survei BI: 80,9 Persen Responden Sebut Proses Sertifikasi Halal Mudah

BI meluncurkan Kajian Ekonomi dan Keuangan Syariah 2022.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pengunjung melintas di dekat logo halal saat Festival Halal Indonesia di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Rabu (14/12/2022). Bank Indonesia (BI) meluncurkan Kajian Ekonomi dan Keuangan Syariah (KEKSI) 2022 pada Senin (30/1/2023).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pengunjung melintas di dekat logo halal saat Festival Halal Indonesia di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Rabu (14/12/2022). Bank Indonesia (BI) meluncurkan Kajian Ekonomi dan Keuangan Syariah (KEKSI) 2022 pada Senin (30/1/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) meluncurkan Kajian Ekonomi dan Keuangan Syariah (KEKSI) 2022 pada Senin (30/1/2023). Dalam kajian tersebut, BI juga melaporkan hasil survei khusus sektor riil mengenai pengaruh sertifikasi halal kepada dunia usaha dan apa saja yang perlu dimaksimalkan.  

"KEKSI 2022 merupakan bagian dari dukungan nyata Bank Indonesia dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Peluncuran Laporan Transparansi dan Akuntabilitas Bank Indonesia (LTABI) 2022, Senin (30/1/2023).

Baca Juga

Mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam merupakan potensi besar dalam pasar rantai nilai halal. Untuk itu, BI memandang dibutuhkan pemahaman perkembangan sertifikasi halal serta literasi masyarakat terhadap sertifikasi halal.

BI menyatakan, kepemilikan sertifikasi halal oleh pelaku usaha dapat menjadi salah satu faktor dalam meningkatkan kepercayaan konsumen. Selain itu juga sebagai nilai tambah suatu produk.

Berdasarkan hasil survei dari total 397 responden yang telah menjalankan prosedur sertifikasi halal, BI mencatat sebagian besar pelaku usaha sebanyak 80,9 persen berpendapat proses sertifikasi halal cukup mudah untuk dilakukan. Sementara persepsi terkait kecepatan dari awal melakukan pendaftaran produk hingga menerima sertifikat halal, sebagian besar pelaku usaha sebanyak 62,5 persen menyatakan cukup cepat prosesnya.

Dari segi biaya, mayoritas responden,  sebanyak 42,3 persen menyatakan tidak mengeluarkan biaya untuk pengurusan sertifikat halal. Saat ini sebagian besar produk usaha tersertifikasi halal untuk tujuan ekspor masih minim yaitu hanya sebesar 17,4 persen.

BI mengungkapkan sertifikasi halal dapat mendorong peningkatan daya saing pelaku usaha dalam menjangkau pangsa pasar yang lebih luas. Khususnya pasar domestik maupun global.

Berdasarkan hasil survei tersebut, sebagian besar responden menyatakan telah mendapat manfaat dari kepemilikan sertifikat halal. Manfaat tersebut antara lain kemudahan dalam pemasaran produk, peningkatan omzet produk tersertifikasi halal, dan perluasan pasar domestik.

BI mencatat, pada umumnya sebagian besar responden sebanyak 75,3 persen menyatakan tidak mengalami kendala dalam memperoleh sertifikat halal. Sedangkan 24,7 persen responden yang mengalami kendala menyatakan proses pengurusannya rumit dan membutuhkan waktu lama dan biaya yang mahal merupakan kendala yang paling umum terjadi dalam proses memperoleh sertifikat halal.

Mayoritas responden menyatakan dukungan pemerintah yang paling banyak dibutuhkan adalah bantuan perluasan akses pasar global dan domestik. BI menyatakan, hal tersebut sejalan dengan rata-rata orientasi penjualan masih didominasi domestik sebanyak 95,9 persen.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement