REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Seorang pengebom bunuh diri meledakkan bahan peledak saat sholat berjamaah di sebuah masjid yang ramai di dalam kompleks polisi di Pakistan. Diduga, bom bunuh diri tersebut berasal dari anggota militan Taliban-Pakistan.
Seorang komandan Taliban Pakistan, juga dikenal sebagai Tehreek-e-Taliban Pakistan atau TTP, Sarbakaf Mohmand mengaku bertanggung jawab atas serangan itu dalam sebuah cuitan di Twitter. Tetapi beberapa jam kemudian, juru bicara TTP Mohammad Khurasani menjauhkan kelompok itu dari pengeboman.
Dia mengatakan itu bukan kebijakan mereka menargetkan masjid, seminari, dan tempat keagamaan. Dia menambahkan, mereka yang mengambil bagian dalam tindakan tersebut dapat menghadapi hukuman di bawah kebijakan TTP.
Pernyataannya tidak membahas mengapa seorang komandan TTP mengaku bertanggung jawab atas pengeboman itu. Perdana Menteri Pakistan Shahbaz Sharif melalui akun Twitter-nya mengutuk keras tindakan bom bunuh diri tersebut. Dia juga bersumpah akan menindak tegas mereka yang berada di balik pengeboman itu.
“Skala tragedi kemanusiaan yang tak terbayangkan. Ini merupakan serangan terhadap Pakistan," katanya dalam cuitan, Selasa (31/1/2023)
Dia menyampaikan belasungkawa kepada keluarga para korban dan mengatakan rasa sakit mereka tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Menurut para pejabat, ledakan bom bunuh diri ini menyebabkan atap masjid runtuh dan menewaskan sedikitnya 59 orang dan melukai lebih dari 150 lainnya.
Sebagian besar korban adalah petugas polisi. Tidak jelas bagaimana pengebom itu bisa menyelinap ke komplek bertembok. Komplek itu menampung markas polisi di kota barat laut Peshawar dan terletak di zona keamanan tinggi dengan gedung-gedung pemerintah lainnya.
Pakistan, yang sebagian besar Muslim Sunni, telah mengalami lonjakan serangan militan sejak November, ketika Taliban Pakistan mengakhiri gencatan senjata mereka dengan pasukan pemerintah. Awal bulan ini, Taliban Pakistan mengeklaim, salah satu anggotanya menembak dan membunuh dua perwira intelijen, termasuk direktur sayap kontraterorisme dari badan mata-mata Inter-Services Intelligence, yang berbasis militer di negara itu.
Pejabat keamanan mengatakan, pada Senin, pria bersenjata itu dilacak dan tewas dalam baku tembak di barat laut dekat perbatasan Afghanistan. TTP terpisah tetapi sekutu dekat Taliban Afghanistan. TTP telah mengobarkan pemberontakan di Pakistan dalam 15 tahun terakhir, mencari penegakan hukum Islam yang lebih ketat, pembebasan anggotanya dalam tahanan pemerintah dan pengurangan kehadiran militer Pakistan di daerah-daerah provinsi Khyber Pakhtunkhwa, yang telah lama digunakan sebagai basisnya.
Serangan pada Senin di sebuah masjid Sunni di dalam fasilitas polisi adalah salah satu serangan paling mematikan terhadap pasukan keamanan dalam beberapa tahun terakhir. Lebih dari 300 jamaah sedang sholat di masjid, ketika pengebom meledakkan rompi peledaknya.
Banyak yang terluka ketika atap runtuh, menurut Zafar Khan, seorang petugas polisi. Penyelamat harus menghilangkan gundukan puing-puing untuk menjangkau jamaah yang masih terjebak di bawah puing-puing.
Meena Gul, yang berada di masjid ketika bom meledak, mengatakan dia tidak tahu bagaimana dia selamat dari tragedi itu. Petugas polisi berusia 38 tahun itu mengatakan dia mendengar tangisan dan jeritan setelah ledakan itu.
Juru bicara di rumah sakit utama pemerintah di Peshawar, Mohammad Asim menyebutkan, jumlah korban tewas 59, dengan 157 lainnya terluka. Pejabat polisi Siddique Khan mengatakan, pengebom itu meledakkan dirinya saat berada di antara jamaah.
Polisi senior dan pejabat pemerintah menghadiri pemakaman 30 petugas polisi dan pengaturan untuk mengubur sisanya sedang dibuat. Peti mati dibungkus bendera Pakistan tubuh mereka kemudian diserahkan kepada kerabat untuk dimakamkan.
Peshawar adalah ibu kota provinsi Khyber Pakhtunkhwa, di mana Taliban Pakistan memiliki kehadiran yang kuat. Kota ini telah menjadi tempat serangan militan yang sering terjadi.
Taliban Afghanistan merebut kekuasaan di negara tetangga Afghanistan pada Agustus 2021 ketika pasukan AS dan NATO menarik diri dari negara itu setelah 20 tahun perang. Gencatan senjata pemerintah Pakistan dengan TTP berakhir karena negara itu masih bersaing dengan banjir yang belum pernah terjadi sebelumnya yang menewaskan 1.739 orang, menghancurkan lebih dari 2 juta rumah, dan pada satu titik menenggelamkan sebanyak sepertiga wilayahnya.
Kementerian Luar Negeri Afghanistan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa "sedih mengetahui bahwa banyak orang kehilangan nyawa mereka dan banyak lainnya terluka oleh ledakan di sebuah masjid di Peshawar" dan mengutuk serangan terhadap jamaah yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Kecaman juga datang dari Kedutaan Besar Saudi di Islamabad, serta Kedutaan Besar AS menambahkan, Amerika Serikat berdiri bersama Pakistan dalam mengutuk semua bentuk terorisme. PBB Sekretaris Jenderal Antonio Guterres menyebut pengeboman itu sangat menjijikkan karena menargetkan tempat ibadah.