Selasa 31 Jan 2023 19:48 WIB

Pembahasan Pesawat Tempur Dapat Merenggangkan Hubungan Ukraina dan Sekutu

Pemerintah Kiev berulang kali meminta sekutu mengirimkan jet tempur.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nidia Zuraya
Pesawat jet tempur F-16V buatan AS (ilustrasi). Upaya Ukraina mendapatkan pesawat tempur untuk melawan balik pasukan invasi Rusia merenggangkan persatuan sekutu-sekutu Barat.
Foto: EPA-EFE/RITCHIE B. TONGO
Pesawat jet tempur F-16V buatan AS (ilustrasi). Upaya Ukraina mendapatkan pesawat tempur untuk melawan balik pasukan invasi Rusia merenggangkan persatuan sekutu-sekutu Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Upaya Ukraina mendapatkan pesawat tempur untuk melawan balik pasukan invasi Rusia merenggangkan persatuan sekutu-sekutu Barat. Langkah tersebut dianggap dapat meningkatkan eskalasi perang yang sudah berlangsung hampir satu tahun dan menyeret negara sekutu semakin dalam.

Menteri Pertahanan Ukraina Oleksii Reznikov sedang berada di Paris. Diperkirakan ia akan membahas kemungkinan pengiriman pesawat tempur ke Ukraina. Pemerintah Kiev berulang kali meminta sekutu mengirimkan jet tempur.

Baca Juga

Ukraina mengatakan pesawat tempur sangat penting untuk menghadapi superioritas Rusia di udara dan memastikan keberhasilan serangan balasan di masa depan. Tank-tank yang telah dikirimkan negara Barat dapat menjadi ujung tombak serangan balasan tersebut.

Belum ada tanda-tanda keputusan tentang pengiriman pesawat tempur ke Ukraina dan tidak ada tanda-tanda negara Barat akan mengubah sikap mereka dalam isu ini. Sekutu  juga tidak bersedia mengirimkan rudal jarak jauh yang dapat menjangkau wilayah Rusia. Sikap mereka pada pesawat tempur tampaknya serupa dengan rudal jarak jauh.

Diyakini Ukraina dan Rusia sedang membangun persenjataan mereka untuk serangan beberapa bulan ke depan. Sepanjang musim dingin perang mengalami kebuntuan.

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov ditanya tentang seruan Lithuania agar negara-negara Barat mengirimkan pesawat tempur ke Ukraina. "(Itu) mencerminkan pendekatan agresif yang diambil negara-negara Baltik dan Polandia, yang sudah siap melakukan semuanya untuk memprovokasi ketegangan lebih lanjut tanpa memikirkan konsekuensinya," jawab Peskov, Selasa (31/1/2023).

"Sangat menyedihkan pemimpin-pemimpin negara besar di Eropa mendorong agenda Eropa yang tidak tepat dalam peran sebagai penyeimbang untuk mengimbangi kecenderungan ekstremis seperti itu," kata Peskov.

Pada Senin (30/1/2023) Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan Prancis tidak mengecualikan pesawat tempur untuk dikirimkan ke Ukraina. Tapi ia menegaskan terdapat beberapa kondisi yang diperlukan sebelum langkah signifikan seperti itu diambil.

Kondisi itu, katanya, termasuk tidak memicu eskalasi atau menggunakan pesawat "untuk menyentuh wilayah Rusia" dan tidak mengakibatkan pasukan Prancis "melemah."

Ia juga mengatakan Ukraina harus meminta pesawat tempur dengan resmi. Sesuatu yang dapat dilakukan saat Reznikov berada di Paris untuk berbicara dengan pemerintah Prancis.

Setelah berbulan-bulan tawar menawar, pekan lalu pemerintah Ukraina membujuk sekutu-sekutu Baratnya untuk mengirimkan tank. Keputusan Itu diambil meski sejumlah negara Barat ragu-ragu.

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan ia tidak mempertimbangkan mengirimkan pesawat jet ke Ukraina. Dalam wawancara dengan MSNBC pekan lalu Deputi penasehat keamanan Gedung Putih John Finer mengatakan AS akan membawa pesawat jet dengan Ukraina "dengan sangat hati-hati."

Kanselir Barat tampaknya menolak kemungkinan mengirimkan pesawat tempur ke Ukraina. Ia mengatakan pembahasan masalah itu di beberapa negara mungkin "bermotif politik domestik."

Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengatakan "tidak ada tabu" dalam membantu perjuangan Ukraina. Tapi ia mengatakan mengirimkan pesawat jet "akan menjadi langkah yang sangat besar."

Seperti perdebatan dalam membantu Ukraina sebelumnya Polandia menjadi negara yang paling vokal mendorong negara-negara di seluruh dunia mengirimkan bantuan militer ke Ukraina. Pasalnya Polandia, Slovakia, dan negara-negara Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di sayap timur terancam oleh Rusia.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement