REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar kebijakan asing Dino Patti Djalal menyoroti perlunya Indonesia untuk memiliki strategi besar dalam kebijakan luar negerinya. Dalam diskusi publik 'Indonesia's Foreign Policy Outlook 2023' oleh Komunitas Kebijakan Asing Indonesia (FPCI), Jakarta, Selasa (31/1/2023), Dino mengatakan Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, pernah memiliki strategi besar, yaitu Poros Maritim Global.
Strategi itu merupakan sebuah pendekatan yang ditujukan untuk memberikan kontribusi terhadap stabilitas di kawasan Indo-Pasifik. Namun, Dino menilai strategi tersebut tidak sepenuhnya diimplementasikan.
"Dan itu lebih merupakan proyek infrastruktur daripada menangani isu-isu geopolitik," katanya.
Tantangan bagi Indonesia dengan modal diplomatik dan politik yang terus meningkat, kata dia, adalah perlunya meningkatkan peran dalam membantu penanganan isu-isu geopolitik. "Presiden Jokowi lebih banyak terlibat dalam sejumlah pakta perdagangan bebas, tetapi lebih berhati-hati dalam isu geopolitik," kata dia.
Faktanya, kata Dino, tantangan geopolitik berupa perselisihan dan persaingan yang terus meningkat di antara negara-negara di dunia mengharuskan Indonesia untuk memberikan respons lebih dari sekadar melanjutkan agenda yang sudah ada.
"Kita hanya berbicara tentang dialog, tidak ada persaingan, kerja sama dan perdamaian. Itu adalah tema menarik. Tapi, Anda harus memiliki langkah yang lebih jauh dari itu," katanya.
Menurut Dino, Indonesia harus bisa menerjemahkan langkah-langkah tersebut ke dalam strategi Indo-Pasifik, strategi ASEAN, strategi multilateral, hingga strategi Pasifik Selatan. "Indonesia memiliki banyak kemitraan strategis, tetapi kemitraan strategis tersebut berjalan sendiri-sendiri tanpa strategi besar yang mengarahkan semua itu dengan benar," katanya.
Dia menyarankan agar Indonesia memberikan perhatian lebih besar dan meningkatkan perannya dalam membantu penanganan isu-isu geopolitik. "Kita perlu meningkatkan permainan geopolitik kita," kata Dino, yang juga pendiri FPCI.