Rabu 01 Feb 2023 08:24 WIB

Nilai Mata Uang Lebanon Devaluasi 90 Persen

Pound Lebanon dijual dengan nilai di sekitar 57 ribu per dolar

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Gubernur bank sentral Lebanon Riad Salameh mengumumkan, negara itu akan mengadopsi nilai tukar resmi baru 15 ribu pound per dolar AS pada 1 Februari.
Foto: AP Photo/Bilal Hussein
Gubernur bank sentral Lebanon Riad Salameh mengumumkan, negara itu akan mengadopsi nilai tukar resmi baru 15 ribu pound per dolar AS pada 1 Februari.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Gubernur bank sentral Lebanon Riad Salameh mengumumkan, negara itu akan mengadopsi nilai tukar resmi baru 15 ribu pound per dolar AS pada 1 Februari. Penetapan itu menandai devaluasi 90 persen dari nilai resmi saat ini yang tetap tidak berubah selama 25 tahun.

Pergeseran dari kurs lama 1.507 ke 15 ribu masih jauh dari pasar paralel. Pound Lebanon dijual dengan nilai di sekitar 57 ribu per dolar pada Selasa (31/1/2023).

Salameh menyatakan, perubahan itu akan berlaku untuk bank, yang mengarah pada penurunan ekuitas institusi di pusat ledakan keuangan negara 2019. Analis memperkirakan pergeseran tersebut memiliki dampak yang lebih kecil pada ekonomi yang lebih luas. Beberapa kurs tetap, termasuk kurs resmi, kurs platform pertukaran Sayrafa bank sentral yang saat ini mencapai 38 ribu pound per dolar AS, dan kurs pasar paralel.

Pasar Lebanon saat ini semakin terdolarisasi. Sebagian besar perdagangan berlangsung sesuai dengan tingkat pasar paralel. Pound telah kehilangan sekitar 97 persen nilainya sejak mulai terpecah dari tingkat 1.507 pada 2019.

Salameh mengatakan, bahwa bank komersial di negara itu akan melihat bagian dari ekuitasnya yang berada dalam penurunan pound setelah diterjemahkan ke dalam dolar pada 15 ribu, bukan 1.500. Untuk meringankan dampak dari pergeseran ini, bank akan diberi waktu lima tahun untuk menyusun kembali kerugian akibat devaluasi.

Menurut Salameh, perubahan menjadi 15 ribu adalah langkah menuju penyatuan berbagai nilai tukar. Tindakan ini sejalan dengan rancangan kesepakatan yang dicapai Lebanon dengan Dana Moneter Internasional (IMF) tahun lalu yang menetapkan persyaratan untuk membuka bailout 3 miliar dolar AS.

IMF telah mendukung penyatuan suku bunga segera dan mengatakan pihak berwenang Lebanon harus menangani langsung kerugian sektor keuangan yang diperkirakan mencapai 70 miliar dolar AS. Secara luas kerugian ini dipandang sebagai akibat dari pengeluaran yang boros, korupsi, dan salah urus selama beberapa dekade.

Tapi rancangan rencana pemerintah telah mengusulkan pendekatan jangka panjang. Seorang analis Mike Azar mengatakan, periode lima tahun untuk menyusun kembali kerugian tidak sejalan dengan pandangan IMF bahwa kerugian harus segera ditangani.

Tanpa kerangka restrukturisasi bank yang komprehensif, bank harus mengumpulkan modal dari pemegang saham untuk menutupi kerugiannya. Bank juga bisa meneruskan kerugian kepada deposan dengan mengizinkan mereka menarik diri dari rekening dolar dalam mata uang lokal.

"Mereka tidak dapat melakukannya dengan segera, jadi bank sentral memberi mereka waktu lima tahun untuk melakukannya," kata profesor ekonomi di Universitas Johns Hopkins.

Kesepakatan IMF secara luas dilihat sebagai satu-satunya cara bagi Lebanon untuk mulai memulihkan kepercayaan pada sistem keuangannya. Kucuran itu bisa mendorong pemulihan dari keruntuhan ekonomi selama beberapa tahun belakangan.

Perubahan nilai tukar diperkirakan tidak akan meringankan salah satu aspek krisis yang paling melemahkan bagi warga biasa Lebanon. Warga Lebanon saat ini masih tidak mampu untuk secara bebas mengakses simpanan dolarnya.

Sementara pengaturan modal tidak pernah diberlakukan secara resmi di Lebanon, bank sejak 2019 telah memberlakukan pengaturan sendiri. Mereka sangat membatasi penarikan dalam dolar dan pound Lebanon.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement