Rabu 01 Feb 2023 13:04 WIB

Proyek Kilang Mandek, Pemerintah Minta Pertamina Cari Investor Baru

Ditinggal Aramco, Luhut sebut dikomplain MBS

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Lida Puspaningtyas
Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, di Paviliun Indonesia, World Economic Forum, di Davos.
Foto: Pertamina
Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, di Paviliun Indonesia, World Economic Forum, di Davos.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hingga akhir tahun 2022, PT Pertamina (Persero) belum lagi memaparkan kemajuan enam proyek kilang yang digadang gadang bisa membebaskan Indonesia dari impor BBM. Perusahaan minyak plat merah ini sempat ditinggal beberapa investornya seperti perusahaan asal Oman dan terbaru adalah Aramco.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan saat ini dari enam proyek kilang yang menjadi proyek strategis nasional baru selesai satu pengembangan Kilang Balongan. Padahal, secara bertahap mestinya dari empat proyek kilang pengembagan dan dua proyek grassroot sudah mulai beroperasi sejak tahun lalu.

Baca Juga

"Kami sudah menyelesaikan RDMP Balongan dengan penambahan kapasitas produksi menjadi 25 ribu barel per hari," ujar Nicke di Rapat bersama Komisi VI DPR RI, Selasa (31/1/2023).

Nicke mengaku saat ini yang semula perusahaan minyak asal Saudi, Aramco akan bergabung bersama Pertamina mengembangkan kapasitas di Kilang Cilacap, pihak Aramco tak jadi bergabung. Untuk itu, saat ini Pertamina membuka ruang kerja sama dengan berbagai pihak usai ditinggal Aramco.

"Tadinya kita memang porsi terbesar ada di Aramco, kini kita sudah membuka opsi dari berbagai negara dan kita lakukan blending di kilang yang bisa menghasilkan produk yang tinggi," ujar Nicke.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mendorong Pertamina untuk segera mencari partner untuk menyelesaikan enam proyek kilang strategis tersebut. Kata Tutuka, jika Pertamina hanya mengandalkan investasi dari ekuitas sendiri maka akan memperlambat progres.

“Kami melihat Pertamina bisa proaktif mencari partner supaya ini cepat selesai tidak tergantung pada pembiayaan sendiri yang mungkin lama,” kata Tutuka Senin (30/1/2023).

Tutuka mensinyalir bahwa lambatnya Pertamina mendapatkan partner dalam pengembangan kilang karena memang saat ini bisnis kilang tidak menarik. Apalagi, melihat kondisi produksi minyak nasional yang dihadapkan pada tantangan natural decline.

"Investasinya butuh banyak ya dengan kondisi margin yang sebenarnya kecil. Jadi memang kurang menarik," ujar Tutuka.

Belum lagi, persoalan keterbatasan infrastruktur. Menurut Tutuka salah satu sampai saat ini proyek Kilang Tuban tak jalan karena hingga kini Pertamina tak kunjung mendapatkan dukungan pembangunan infrastruktur.

“Misalnya, jalan tol untuk pengangkutan produknya, kalau tidak ada jalan tol tidak ekonomis, banyak hal yang diperlukan infrastruktur yang di luar kewenangan Kementerian ESDM,” tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menuturkan dirinya mendapat komplain dari Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) ihwal investasi di industri midstream migas Indonesia.

MBS, kata Luhut, mengeluhkan nihilnya portofolio investasi Saudi Aramco di industri kilang Indonesia. Situasi itu, kata Luhut, membuat MBS enggan berinvestasi lebih lanjut di industri penyulingan minyak mentah tersebut saat ini.

“Bu Nicke ini saya baru dikomplain sama MBS, tadi komplain saya bilang ke MBS kenapa kalian belum investasi di Indonesia, dia bilang karena Aramco nggak masuk ke kilang minyak,” kata Luhut pekan lalu dalam sebuah acara yang dihadiri juga dengan Dirut Pertamina, Nicke Widyawati.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement