Tangani Banjir, Wali Kota Semarang Sidak Kondisi Hulu Sungai
Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu (tengah), melakukan sidak ke kawasan hulu induk Sungai Babon penyebab banjir di Kota Semarang, di wilayah Desa Mluweh, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Rabu (1/2/2023). | Foto: Republika/Bowo Pribadi
REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, langsung menggelar sidak ke kawasan hulu sungai yang masih menyebabkan banjir di sejumlah tempat di wilayah Kota Semarang. Dalam sidaknya, Hevearita bahkan harus melintas wilayah untuk meninjau kondisi kawasan hulu sungai.
Tepatnya di wilayah Desa Mluweh, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang. Salah satunya Sungai Gede yang melintas di wilayah Desa Mluweh dan alirannya turut menyumbang terjadinya banjir bandang di Perumahan Kluster Dinar Indah, Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang.
Bersama para perwakilan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juwana, Dinas PSDA, Dinas Pusdataru, dan Perhutani, ‘Ita’ sapaan akrab Hevearita Gunaryanti Rahayu, juga melihat kondisi badan Sungai Gede yang menjadi ‘induk’ Sungai Babon.
Bersama stakeholder tersebut, wali kota lantas mendiskusikan langkah-langkah penanganan sesegera mungkin dalam mengatasi problem banjir yang disebabkan oleh kondisi sungai di bagian hulu.
“Saat curah hujan di wilayah hulu tinggi, walaupun ketinggian air di sungai di Desa Mluweh ini masih 150 centimeter, saat masuk wilayah Kota Semarang, di Meteseh dan Pucang Gading sudah membuat permukaan air rata dengan tanggul,” ungkapnya, di Desa Mluweh, Rabu (1/2).
Bahkan karena di kompleks Perumahan Kluster Dinar Indah yang tanggulnya masih berupa tanggul darurat, membuat air Sungai Pengkol merembes dan kembali masuk ke permukiman walaupun elevasinya tidak setinggi saat banjir bandang beberapa waktu lalu.
Untung saja, curah hujan cepat berkurang, sehingga elevasi Sungai Pengkol cepat surut. Tetapi kondisinya tidak bisa terus menerus seperti ini, karena cuaca semakin tidak dapat diprediksi.
Maka, diperlukan penanganan yang komperehensif mulai dari hulu hingga hilir. “Kemarin, saya sudah berkomunikasi dengan Dirjen PSDA dan Kepala BBWS Pemali-Juwana untuk mencari solusi penanganan di kawasan hulu,” tegasnya.
Sebab untuk infrastruktur penanganan hilirnya sebenarnya sudah ‘clear’, karena sudah ada pompa, kolam retensi, tanggul laut, pintu air pengendali genangan di Kali Sringin dan sebagainya. Sehingga tinggal dari hulu ini yang menjadi PR-nya.
Tetapi, menurut dia, Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang tidak bisa sendiri, karena kawasan hulu sungai ini berada di wilayah Kabupaten Semarang.
“Makanya tadi kami juga minta izin kepada bupati Semarang, terlebih setelah melihat kondisinya problem ini idak bisa hanya diselesaikan di wilayah Kota Semarang saja, namun juga perlu menyelesaikan problemnya di kawasan hulu di Kabupaten Semarang,” kata dia.
Ita juga menegaskan, untuk penanganan yang lebih ‘besar’ memang menunggu apa yang sudah direncanakan oleh BBWS Pemali-Juwana. Tetapi untuk penanganan awal juga perlu dilakukan, seperti penghijauan kawasan DAS Sungai Babon dan Sungai Gede.
Kebetulan di dekat perbatasan wilayah dengan Kabupaten Semarang ini ada tanah bengkok dan tanah Perhutani yang harus direhabilitasi dengan tanaman-tanaman yang bisa menahan gerusan air dan menahan erosi.
Kemudian juga meminta Dinas Pekerjaan Umum yang memiliki alat berat ‘long arm’ (backhoe) dan juga BBWS untuk mengeruk sedimentasi sungai di wilayah Kota Semarang. “Sehingga saat debit air meningkat, sungai tetap dapat optimal menampung air,” tegas wali kota.
Sementara itu, Kepala Satker Operasi dan Pengendalian Sumber Daya Air (OP) SDA BBWS Pemali Juwana, Andi Sofyan menambahkan, problem penanganan Sungai Babon memang harus dilakukan secara komperehensif dari hulu hingga hilir.
Karena ini lintas daerah, hulunya berada di Kabupaten Semarang, maka penanganannya tidak dapat parsial atau separuh-separuh. Oleh karena itu, dari hasil peninjauan ini akan dilakukan rapat koordinasi dengan melibatkan pemangku kepentingan.
Baik yang ada di Kabupaten Semarang dan Kota Semarang untuk mencari solusi bersama. “Karena penanganan untuk mencegah bencana kan tidak bisa dilakukan berdasarkan kewilayahan, terlebih dengan sungai yang alirannya lintas daerah ini,” ujarnya.