REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Gedung Putih mengecam keras serangan teror memilukan di sebuah masjid di Pakistan pada Selasa (31/1/2023) yang telah menewaskan 100 orang. Washington akan memberikan dukungannya kepada Pakistan untuk pemulihan.
"Ini adalah berita yang tragis dan memilukan, dan kami menyampaikan belasungkawa yang mendalam kepada orang-orang terkasih dari mereka yang kehilangan nyawa," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Adrienne Watson dalam sebuah pernyataan, dilansir dari Anadolu Agency, Rabu (1/2/2023).
"Terorisme tidak dapat dipertahankan, dan menargetkan jamaah tidak masuk akal. Amerika Serikat siap memberikan dukungan kepada Pakistan dalam upayanya untuk memulihkan dan membangun kembali,” kata pernyataan itu.
Pada Senin, seorang tersangka pelaku bom bunuh diri meledakkan dirinya saat shalat zhuhur di sebuah masjid di dalam kompleks kepolisian di Peshawar. Juru bicara Rumah Sakit Lady Reading, Mohammad Asim, mengatakan banyak korban tewas yang dilarikan ke rumah dengan 53 orang terluka masih dalam perawatan.
Seorang komandan Taliban Pakistan, atau dikenal sebagai Tehreek-e-Taliban Pakistan atau TTP, Sarbakaf Mohmand, mengaku bertanggung jawab atas serangan itu dalam sebuah posting di Twitter. Yang kemudian langsung dibantah juru bicara TTP Mohammad Khurasani dengan mengatakan itu bukan kebijakannya untuk menargetkan masjid, seminari dan tempat-tempat keagamaan.
Mengomentari klaim tanggung jawab dan penyangkalan oleh berbagai kelompok militan, Kepala polisi provinsi Khyber Pakhtunkhwa, Moazzam Jah Ansari mengatakan polisi tidak percaya pada klaim yang dilebih-lebihkan sampai dibuktikan dengan investigasi.
Dia berpendapat Jamat-ul-Ahrar, sebuah faksi sempalan dari TTP, dapat terlibat dalam pengeboman tersebut, yang menduduki peringkat paling mematikan dalam beberapa tahun terakhir. “Berdasarkan penyelidikan awal, 10-12 Kg bahan peledak digunakan dalam pengeboman itu,” tambah Ansari.