Rabu 01 Feb 2023 15:59 WIB

Ketahanan Pangan China Didukung Pengembangan Teknologi yang Memadai

merupakan penghasil beras terbesar di Asia dengan 6,5 ton per hektare.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nidia Zuraya
Petani Li Siming memegang butiran beras saat ia berdiri di ladang pertaniannya (ilustrasi).  Padi merupakan bagian penting bagi perekonomian nasional China. Negeri Tirai Bambu merupakan penghasil beras terbesar di Asia dengan 6,5 ton per hektare.
Foto: AP Photo/Mark Schiefelbein
Petani Li Siming memegang butiran beras saat ia berdiri di ladang pertaniannya (ilustrasi). Padi merupakan bagian penting bagi perekonomian nasional China. Negeri Tirai Bambu merupakan penghasil beras terbesar di Asia dengan 6,5 ton per hektare.

REPUBLIKA.CO.ID, Usai revolusi budaya tahun 1966, China dikenal dengan daya tahan pangannya. Padi merupakan bagian penting bagi perekonomian nasional China. Negeri Tirai Bambu merupakan penghasil beras terbesar di Asia dengan 6,5 ton per hektare.

Awal mula keberhasilan China dalam memproduksi beras dimulai 1960-an. Tapi baru di pertengahan 1970-an China berhasil memproduksi padi hibrida yang sangat produktif hingga dapat mencakupi sebagian besar populasinya.

Baca Juga

Jiming Li, Yeyun Xin dan Longping Yuan dalam laporan Hybrid Rice Technology Development: Ensuring China’s Food Security untuk International Food Policy Research Institute pada 2020 mengatakan sejarah padi hibrida dimulai pada 1975 ketika China menanam padi hibrida di 373 hektar, hasil panennya melampaui benih padi biasa.

Pada musim dingin di tahun yang sama, sekelompok peneliti dan teknisi padi hibrida datang Hainan untuk memproduksi benih padi hibrida di lebih dari 4.000 hektare lahan. Produksi benih massif ini memungkinkan China untuk memproduksi benih hibrida komersial skala besar pada 1976.

Kementerian Pertanian China menyetujui diseminasi skala besar padi hibrida dalam sebuah pertemuan 13 provinsi di Guangzhou pada 1976. Pada tahap awal ini, padi hidrida Shan- You dan Wei-You menempati di tanam di selatan China, sementara beras Li-You 57 dan Zhong-Za 1 yang merupakan padi hibrida japonica terbesar di Cina ditanam di utara.

Pada 1980-an padi hibrida masih mengalami banyak masalah salah satunya lemah pada penyakit. Pada pertengahan 1980-an, ilmuwan China berhasil mengembangkan benih yang lebih berkualitas dan menghasilkan produksi yang lebih banyak.

"Teknologi padi hibrida merevolusi praktik pertanian padi karena tidak seperti padi inbrida, tingkat pengelolaan padi hibrida berbeda-beda tergantung pada tahap pertumbuhannya. Karena itu penting untuk mengembangkan praktik pengelolaan lahan yang optimal untuk memanipulasi komponen panen seperti populasi tanaman dan struktur kanopi untuk mewujudkan panen ekonomis padi hibrida yang maksimal," kata Li, Xin dan Yuan dalam laporan mereka.

Sejak 1996, China terus mengembangkan dan memperbaiki heterosis padi hibrida. Pada tahun 2020 China mengembangkan padi hibrida hasil ganda. Percobaan ini dipimpin oleh tim ilmuwan yang dibentuk oleh akademisi Yuan Longping yang juga membiakkan varietas padi hibrida pada 1970-an.

Perubahan iklim, penggunaan pupuk berlebih dan bencana alam menimbulkan tantangan bagi produksi padi China. Keberhasilan teknologi hibrida Cina didorong jumlah ilmuwan, infrastruktur dan dukungan pemerintah yang memadai.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement