REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat Vivek Murthy mempertimbangkan agar remaja di bawah 16 tahun tidak diberi izin mengakses media sosial. Dia mendesak orang tua untuk menjauhkan anak-anak dari aplikasi media sosial.
Murthy yang menjabat sebagai Surgeon General di AS berpendapat akses media sosial yang berlebihan bisa jadi jebakan yang mendistorsi kesadaran diri anak-anak dan remaja. Dia menyoroti penggunaan media sosial yang dikaitkan dengan kenaikan risiko gangguan kecemasan dan depresi.
Menurut Murthy, kesadaran diri yang terdistorsi membuat remaja tidak mampu menghadapi kritik saat nantinya tumbuh dewasa. Komentar Murthy muncul saat penelitian tentang penggunaan media sosial di kalangan anak-anak kian gencar.
Menurut sejumlah studi, penggunaan media sosial pada remaja dikaitkan dengan gangguan makan, citra diri buruk, dan dampak negatif lainnya. "Saya percaya usia 13 terlalu dini. Saya pikir masa remaja awal adalah masa di mana anak-anak mengembangkan identitas mereka, perasaan diri mereka. Lingkungan media sosial yang miring dan terdistorsi merugikan banyak anak," kata Murthy.
Dia menyampaikan, beberapa waktu silam seorang ibu datang ke kantornya dan menceritakan kisah tragis. Ibu itu memiliki anak perempuan berusia 11 tahun, yang bunuh diri setelah mengalami perisakan di dunia maya, tepatnya di beberapa akun media sosialnya.
"Putrinya itu menggunakan media sosial, memiliki tujuh akun di tiga platform berbeda, diintimidasi tanpa ampun oleh orang-orang di platform ini, berjuang untuk keluar darinya (media sosial) tetapi tidak bisa," ujar Murthy dikutip dari laman Daily Mail, Rabu (1/2/2023).
Mencegah itu terjadi, Murthy mengimbau agar orang tua memberi aturan pada anak untuk memiliki akun media sosial minimal pada usia 16 tahun. Senada dengan rekomendasi Murthy, deretan studi mengungkap penggunaan media sosial pada generasi muda dengan efek samping negatif jangka panjang yang berbahaya.
Sebuah laporan pada 2020 oleh para peneliti dari Universitas Johns Hopkins mengaitkan lonjakan masalah kesehatan mental remaja di tahun 2000-an dengan munculnya media sosial. Tim Johns Hopkins lainnya menemukan pada 2019 bahwa siswa yang menghabiskan lebih dari tiga jam per hari di platform media sosial menunjukkan risiko yang lebih signifikan terhadap masalah kesehatan mental yang parah.
Pada 2020, para peneliti di Universitas Rochester menemukan bahwa mendapatkan sedikit tanda suka di postingan media sosial dapat menyebabkan kecemasan pada remaja. Tahun lalu, peneliti di MIT menemukan tingkat kecemasan dan depresi lebih tinggi di komunitas perguruan tinggi di mana Facebook lebih lazim.
Masalah citra tubuh dari media sosial, terutama yang terkait dengan aplikasi seperti Instagram, juga dikaitkan dengan gangguan makan. Sebuah studi tahun 2016 yang dipimpin oleh University of Pittsburgh menemukan hubungan yang kuat dan konsisten antara penggunaan media sosial dan gangguan makan.