REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Majelis Hakim MK menolak gugatan Undang-Undang Nomor 1/1974 tentang Perkawinan yang diajukan E Ramos Petege, usai gagal meresmikan jalinan asmaranya dengan gadis pujaannya karena perbedaan agama.
Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis menjelaskan terdapat tiga fakta larangan nikah beda agama karena bertentangan dengan hukum
“Pertama, menyalahi Undang-undang Republik Indonesia tentang perkawinan,” jelas Kiai Cholil yang juga sebagai saksi ahli dalam siding gugatan tersebut, sebagaimana dikutip dari MUIDigital, Rabu (1/2/2023).
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 2 ayat (1) disebutkan: "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu".
Dari rumusan di atas, menurut Kiai Cholil, dapat diketahui bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Ketentuan pasal ini menunjukan perkawinan dinyatakan sah manakala ditetapkan berdasarkan hukum agama yang dipeluknya.
Senada dengan keputusan di atas, dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam pasal 4 disebutkan, "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan".
Baca juga: Putuskan Bersyahadat, Mualaf JJC Skillz Artis Inggris: Islam Memberi Saya Kedamaian
Kedua, bertentangan dengan hukum Islam yang melarang tegas pernikahan beda agama. Hal ini diatur dan diabadikan dalam Alquran, salah satunya dalam surat al-Baqarah ayat 221. Dalam surat al-Baqarah ayat 221 berbunyi:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَععْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِننٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ .....
“Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka beriman! Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan pula kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang beriman) hingga mereka beriman....”
Kiai Cholil menjelaskan, dalam Tafsir al-Baghawi ayat di atas berkenaan dengan Ibnu Abi Martsad al-Ghanawi meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk menikahi anak seorang wanita Quraisy yang dulu menjadi kekasihnya sebelum masuk Islam, namun masih musyrikah.
Oleh sebab itu, Rasulullah SAW melarang menikahi perempuan tersebut, dikarenakan Ibnu Abi Martsad seorang Muslim. Hal ini juga yang menjadi sebab Allah menurunkan ayat di atas.