REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kematian adalah keniscayaan bagi makhluk hidup. Tetapi terkadang, umat manusia kerap melalaikan salah satu dari garis ketetapan Allah SWT yang pasti itu.
Ibnu Hajar al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj mengatakan, kematian hukumnya sunat. Karena itu, setiap mukallaf dianjurkan untuk banyak mengingat kematian.
Sebab, mengingat kematian mendorong untuk menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya.
Dalam Ihya Ulumiddin, Imam al-Ghazali menyebutkan bahwa orang yang mencapai derajat ma'rifatullah akan selalu mengingat kematian, bahkan mereka justru menyambut maut datang, sebab kerinduan bertemu dengan Allah SWT.
Karena itu, para salafus saleh memiki beragam cara untuk selalu mengingatkan diri kepada kematian. Salah satunya, yakni dengan melakukan ziarah kubur.
Sebagaimana disebutkan Imam al-Ghazali bahwa ziarah kubur bertujuan mengingatkan pada kematian dan mengambil pelajaran.
Begitu pun dikatakan Imam Nawawi dalam Nashaihul Ibad ketika menjelaskan tentang tentang tujuan-tujuan ziarah kubur, di antaranya untuk mengingat mati dan akhirat.
Dalam sejumlah riwayat Rasulullah SAW pun menziarahi kuburan ibunya dan juga kuburan para sahabat di Baqi'.
Dalam kitab Bidayah Wan Nihayah sahabat Ali bin Abi Thalib menyampaikan tentang mengingat kematian. Lalu Ali bin Abi Thalib pun menangis dan kaum Muslim di sekeliling nya pun ikut menangis.
Pada kitab Mukasyafah al-Qulub al-Maqarrib ila hadhrah 'Allam al-Ghuyub, Imam Ghazali menjelaskan kisah tentang Shafiyah binti Huyay mengadukan kepada Aisyah tentang keadaan hatinya. Aisyah pun menyarankan kepadanya untuk mengingat kematian agar membuat hati menjadi lembut.
Sementara itu, Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan para ahli fikih setiap malam. Lalu, mereka membahas tentang kematian hingga mereka menangis.
Umar bin Abdul Aziz meminta nasihat kepada seorang ulama. Ula ma tersebut mengingatkan bahwa Umar bin Abdul Aziz adalah seorang khalifah yang akan meng alami kematian. Seketika ia pun menangis mendengarnya.
Sedangkan seorang ulama yang terkenal zuhud di generasi tabiin, yakni ar-Rabi bin Khutsaim sampai menggali kuburan di rumahnya. Ia berkali-kali tidur di liang kubur itu agar selalu bisa mengingat kematian.
Ar-Rabi merasakan kegusaran dalam hatinya bila tidak mengingat kematian. Abubakar Muhammad bin Sirin atau dikenal Ibnu Sirrin jika diceritakan tentang kematian di sisinya, seluruh anggota badannya akan bergetar.