REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Kementerian Luar Negeri Korea Utara pada Kamis (2/1/2023) mengatakan, latihan bersama oleh Amerika Serikat (AS) dan sekutunya, Korea Selatan telah mendorong situasi ke 'garis merah ekstrem'. Menurut Korea Utara, latihan bersama ini mengancam untuk mengubah semenanjung Korea menjadi persenjataan perang besar dan zona perang yang lebih kritis
"Situasi militer dan politik di semenanjung Korea dan di wilayah tersebut telah mencapai garis merah ekstrim karena manuver konfrontasi militer yang sembrono dan tindakan bermusuhan AS, serta pasukan bawahannya," kata seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Korea Utara yang tidak disebutkan namanya dalam pernyataan itu.
Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin melakukan kunjungan ke Korea Selatan pada Selasa (31/1/2023). Dalam kunjungan tersebut, AS dan Korea Selatan berjanji untuk memperluas latihan militer dan mengerahkan lebih banyak aset strategis, seperti kapal induk dan pembom jarak jauh.
Latihan dan pengerahan aset militer ini bertujuan untuk melawan pengembangan senjata Korea Utara dan mencegah perang. Pada Rabu (1/2/2023), AS dan Korea Selatan melakukan latihan udara bersama dengan pembom berat B-1B Amerika dan pesawat tempur siluman F-22, serta jet F-35 dari kedua negara.
"Ini adalah ekspresi yang jelas dari skenario berbahaya AS yang akan mengubah semenanjung Korea menjadi gudang senjata perang yang besar dan zona perang yang lebih kritis," kata pernyataan Korea Utara.
Korea Utara akan menanggapi dengan cara yang sama terhadap setiap gerakan militer AS. Pemerintah menegaskan, Korea Utara memiliki strategi penangkalan yang kuat, termasuk kekuatan nuklir yang paling kuat jika diperlukan. Kantor berita negara KCNA melaporkan, Pyongyang tidak tertarik untuk berdialog selama Washington menerapkan kebijakan yang bermusuhan.