REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG – Korea Utara (Korut) menanggapi rencana latihan militer antara Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel). Selain mendorong situasi ke garis merah, kegiatan semacam itu bakal mengubah Semenanjung Korea menjadi zona perang yang lebih kritis.
"Situasi militer dan politik di Semenanjung Korea serta di kawasan telah mencapai garis merah ekstrem karena manuver konfrontasi militer yang sembrono dan tindakan permusuhan AS dan pasukan bawahannya," kata seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Korut dalam pernyataan yang dipublikasikan kantor berita Korut, Korean Central News Agency (KCNA), Kamis (2/2/2023).
Pernyataan itu mengutip kunjungan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin ke Korsel pekan ini. Dalam lawatannya, Austin bersama Menteri Pertahanan Korsel Lee Jong-sup berjanji memperluas latihan militer dan mengerahkan lebih banyak aset strategis seperti kapal induk serta pembom jarak jauh, untuk melawan pengembangan senjata Korut.
"Ini adalah ekspresi yang jelas dari skenario berbahaya AS yang akan mengubah Semenanjung Korea menjadi gudang perang besar dan zona perang yang lebih kritis," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Korut menanggapi kesepakatan AS dan Korsel.
Dia menegaskan, Korut siap merespons dengan cara yang sama terhadap setiap gerakan militer AS. “Termasuk kekuatan nuklir yang paling kuat jika perlu,” ujarnya.
Pada Rabu (1/2/2023) lalu, AS dan Korsel melakukan latihan udara bersama. Pesawat pembom berat B-1B Amerika dan jet tempur siluman F-22, serta jet F-35 dari kedua negara dikerahkan dalam latihan gabungan tersebut.
Hubungan Korsel-Korut kerap dibekap ketegangan. Kedua negara diketahui belum resmi berdamai sejak Perang Korea berakhir pada 1953.