Kamis 02 Feb 2023 14:15 WIB

Biaya Hidup Mahal, Mahasiswa Asing di Prancis Antre Bantuan Makanan

Biaya hidup di Paris sangat mahal

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Ratusan mahasiswa pada Senin (30/1/2023) malam mengantre di Paris untuk menerima bantuan makanan. Asosiasi Linkee membagikan makanan kepada mereka yang membutuhkan tiga kali seminggu.
Foto: Foto AP / Michel Euler
Ratusan mahasiswa pada Senin (30/1/2023) malam mengantre di Paris untuk menerima bantuan makanan. Asosiasi Linkee membagikan makanan kepada mereka yang membutuhkan tiga kali seminggu.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Ratusan mahasiswa pada Senin (30/1/2023) malam mengantre di Paris untuk menerima bantuan makanan. Asosiasi Linkee membagikan makanan kepada mereka yang membutuhkan tiga kali seminggu.

Hal yang membuat sistem mereka menarik adalah mendistribusikan produk makanan yang tidak terjual atau makanan yang akan kedaluwarsa. Sebagian besar mahasiswa yang ikut mengantri makanan adalah mahasiswa asing yang belajar di Prancis.

Baca Juga

Seorang mahasiswa asal Berlin, Emy (20 tahun) bersama temannya Anna mengatakan, beasiswa pelajar mereka sangat rendah sehingga hanya cukup untuk membayar sewa apartemen di Paris dan makan dengan sangat sederhana. Terlepas dari kontribusi keluarga mereka untuk pengeluaran bulanan, mereka mengatakan biaya hidup di Paris sangat mahal. Emy dan Anna mengakui, distribusi makanan gratis ini sangat membantu keberlangsungan hidup mereka.

"Kami harus menghitung setiap sen, mencatat semua pengeluaran kami, jika tidak, pada tanggal 15 setiap bulan kami tidak punya uang untuk membeli makanan," kata mahasiswa lainnya, Adrien, dilaporkan Anadolu Agency, Rabu (1/2/2023).

Adrien mengaku, dia merasa malu saat pertama kali mengantre di tempat pembagian sembako. Tapi sekarang dia sudah mulai terbiasa.

"Saya tidak tinggal di jalanan dan saya tahu beberapa orang berada dalam keadaan yang lebih buruk dari saya, tapi saya sangat membutuhkan bantuan ini," ujar Adrien.

Adrien mengatakan, dia menerima beasiswa sebesar 550 euro. Uang tersebut hanya cukup untuk membayar biaya transportasi dan sebagian dari sewa flat yang dia bagi dengan teman-temannya.

Sementara mahasiswa lainnya, Sarah  mengharapkan bantuan yang lebih baik dari Pemerintah Prancis. Sarah mencontohkan, banyak mahasiswa yang harus bekerja di malam hari untuk bisa membeli makanan. Pada akhirnya mereka putus sekolah karena tidak mampu menanggung biaya hidup yang tinggi.

 

“Untungnya asosiasi-asosiasi itu ada di sini. Ketidakpastian mahasiswa seperti wabah yang berujung pada kegagalan akademik,” ujar Sarah.

Linkee menerbitkan laporan pada akhir 2022. Dalam laporan itu, Linkee menyatakan, 56 persen mahasiswa di Prancis mengaku tidak makan sampai kenyang. Sementara dua pertiga mahasiswa mengatakan, mereka bertahan hidup dengan uang senilai kurang dari 50 euro sebulan. Itu adalah sisa uang setelah mereka membayar tagihan.

Sepertiga dari siswa menghadapi ketidakamanan akomodasi. Sementara 75 persen dari mereka kekurangan kebutuhan mendasar untuk melanjutkan studi mereka.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement