REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA), Arist Merdeka Sirait menyatakan pakar kesehatan dunia yang telah melakukan riset sepakat bahwa BPA sangat berbahaya bagi usia rentan, yaitu bayi, balita, dan janin pada ibu hamil.
"Bahkan BPA dinyatakan sebagai polusi yang tak terlihat," kata dia dalam diskusi 'Bebaskan Anak-Anak Indonesia dari Kemasan BPA yang Berbahaya' di Jakarta, belum lama ini.
Menurut Arist, Komnas PA terus mengawasi kemasan mengandung BPA. Alasannya, senyawa BPA tersebut banyak ditemukan di berbagai kemasan yang selama ini digunakan sehari-hari.
Utamanya kemasan untuk menyeduh air susu dan wadah yang terbuat dari plastik, seperti galon bekas pakai yang oleh industri AMDK. "Saya kira industri wajib hukumnya membuat peringatan itu (BPA),” kata Arist.
Arist menyayangkan beberapa kemasan plastik belum mencantumkan label peringatan bahaya BPA. "Saya lihat iklan yang ada saat ini tidak menyebutkan bahwa kemasannya sudah bebas dari BPA, padahal itu wajib hukumnya oleh industri. Kalau tidak ada iklan seperti itu, maka labelnya (peringatan BPA) harus ada di dalam kemasan plastik,” katanya.
Arist mengatakan, kemasan yang tidak dilabeli peringatan bahaya BPA dan dikonsumsi oleh anak-anak dan ibu-ibu, pastinya berbahaya. Itu sebabnya, dibutuhkan regulasi yang dapat mengatur label BPA pada pangan.
“Wajib hukumnya industri menggunakan label. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Perka BPOM) No 31 Tahun 2018 sudah disusun dengan persetujuan DPR, dan sudah diserahkan ke Setneg untuk mendapatkan persetujuan Presiden,” kata Arist.
Memanfaatkan Hari Gizi Nasional yang dirayakan pada 25 Januari 2023, Arist mengatakan Komnas PA sudah menulis surat terbuka kepada Presiden agar peraturan BPOM No. 31 Tahun 2018 tentang label pangan olahan agar segera ditandatangani. “Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk melindungi kesehatan anak-anak dari bahaya senyawa kimia BPA yang banyak ditemukan di kemasan-kemasan plastik,” katanya.