REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Memasuki Februari – Maret 2023, curah hujan di wilayah Kabupaten Indramayu, diprakirakan berada pada kategori menengah. Meski demikian, masyarakat di daerah tersebut diminta tetap waspada mengingat masih tingginya curah hujan di wilayah hulu Sungai Cimanuk.
Forecaster Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kertajati, Kabupaten Majalengka, Ahmad Faa Izyn, menjelaskan, dengan kategori menengah, maka curah hujan yang mengguyur Kabupaten Indramayu pada Februari – Maret ini diprakirakan mencapai 100 - 300 milimeter per bulan.
‘’Tapi tetap harus waspada terhadap kondisi curah hujan di wilayah sekitar Indramayu, terutama di hulu Sungai Cimanuk, yaitu Sumedang dan Majalengka,’’ kata Faiz, Jumat (3/2/2023).
Faiz menyebutkan, curah hujan di wilayah hulu Sungai Cimanuk itu diprakirakan masuk kategori tinggi hingga sangat tinggi. Yakni, mencapai 300 sampai diatas 500 milimeter per bulan.
Kewaspadaan pada Kabupaten Indramayu itu dikarenakan kabupaten tersebut merupakan wilayah hilir dari Sungai Cimanuk. Itu berarti, aliran air dari hulu Sungai Cimanuk akan mengalir ke wilayah Kabupaten Indramayu.
Kondisi itupun berpotensi menimbulkan banjir di wilayah Kabupaten Indramayu, terutama di kecamatan-kecamatan yang menjadi daerah aliran sungai (DAS) Cimanuk.
Berdasarkan kegiatan susur sungai yang dilakukan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Kabupaten Indramayu, diketahui ada sembilan titik Sungai Cimanuk yang kondisinya memprihatinkan dan rawan jebol.
Ketua Bidang Mitigasi, Asmadi, mengatakan, sembilan titik tersebut memiliki tingkat keparahan yang bervariatif. Namun, kondisi yang paling parah terjadi di Blok Pulo, Desa Rambatan Kulon, Kecamatan Lohbener.
Menurut Asmadi, tingkat erosi pada sejumlah tanggul sungai Cimanuk itu sangat tinggi dan terus meningkat. Kondisi tersebut bertambah parah seiring peningkatan debit air sungai.
‘’Itu di sepanjang Jatisawit sampai Pecuk,’’ terang Asmadi, Senin (23/1/2023).
Asmadi mengungkapkan, hasil investigasi tersebut akan diteruskan ke sejumlah instansi terkait. Mulai dari pemerintah daerah hingga desa maupun BBWS. Menurutnya, hasil kajian FPRB itu bisa menjadi acuan untuk pengambilan kebijakan selanjutnya.