Dewan juri Penghargaan Zayed untuk Persaudaraan Manusia telah menyelesaikan tugasnya. Mereka telah menetapkan Komunitas Katolik Sant’Egidio dan tokoh perdamaian Kenya Shamsa Abu Bakar Fadhil yang dikenal sebagai Mama Shamsa sebagai penerima Penghargaan Zayed atau Zayed Award for Human Fraternity tahun 2023.
Ketetapan dewan juri ini diumumkan di Abu Dhabi pada Selasa (31/1/2023). Tahun ini merupakan kali keempat gelaraan Zayed Award for Human Fraternity. Zayed Award 2023 diberikan sebagai bentuk apresiasi atas kontribusi para penerima penghargaan dalam mewujudkan dunia yang lebih damai dan penuh kasih sayang melalui peningkatan nilai-nilai persaudaraan manusia. Penghargaan juga diberikan atas kontribusi mereka memberikan teladan yang inspiratif dalam mengukuhkan dasar-dasar hidup berdampingan secara rukun dan damai.
“Para penerima penghargaan tahun ini adalah pemimpin luar biasa yang mendedikasikan hidupnya untuk menebar kasih sayang dan harapan di tengah masyarakat dalam mewujudkan kehidupan berdampingan secara rukun dan damai, mengatasi perpecahan, dan membangun masyarakat yang Tangguh,” kata Sekretaris Jenderal Penghargaan Zayed untuk Persaudaraan Manusia, Konselor Mohamed Abdelsalam di Abu Dhabi dalam siaran pers yang diterima Republika, Kamis (2/2/2023).
Mohamed Abdelsalam mengatakan, komunitas Sant'Egidio dan Mama Shamsa telah berhasil mengubah kehidupan banyak orang yang rentan dan terpinggirkan dalam banyak masyarakat di seluruh dunia. Termasuk kaum muda, pengungsi, dan mereka yang tinggal di zona konflik.
Konselor Mohamed Abdelsalam menyampaikan, dengan memberikan Penghargaan Zayed untuk Persaudaraan Manusia kepada Komunitas Sant’Egidio dan Mama Shamsa, pihaknya berharap dapat memperkuat mereka dan dapat memberikan kontribusi dalam mendukung mereka melanjutkan upayanya.
"Kami juga berharap kiranya langkah mereka menginspirasi lembaga dan individu lain di seluruh dunia untuk berperan aktif dalam mempromosikan nilai-nilai persaudaraan manusia,” ujarnya.
Komunitas Sant'Egidio merupakan sebuah organisasi kemanusiaan yang berbasis di Roma, Italia. Organisasi ini tersebar di 73 negara di Eropa, Afrika, Amerika Serikat, dan Asia. Mereka berkontribusi besar dalam memfasilitasi penyelesaian konflik, perundingan, dan upaya menebar perdamaian melalui diplomasi agama dan dialog budaya di banyak tempat di dunia, dari Guatemala hingga Mozambik.
Penghargaan ini diberikan juga atas peran Sant’Edigio dalam memberikan layanan masyarakat dan bantuan kepada pengungsi serta mendukung mereka agar dapat membaur secara positif dengan masyarakat negara penerima melalui inisiatif 'Koridor Kemanusiaan' yang bertujuan memberikan dukungan kepada kelompok masyarakat yang paling menderita kemiskinan di seluruh dunia.
Sedangkan Shamsa Abu Bakar Fadhil atau yang dikenal sebagai 'Mama Shamsa' adalah seorang aktivis dan penggerak perdamaian di Kenya. Pemberian penghargaan ini kepadanya dilatarbelakangi oleh upayanya mengasuh dan melindungi anak-anak muda dari kekerasan, kejahatan, dan ekstremisme melalui konseling, bimbingan, dan pelatihan.
Shamsa Abu Bakar Fadhil memimpin kampanye besar dan sukses di benua Afrika, khususnya di Kenya, untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya kekerasan terhadap perempuan serta pentingnya pemberdayaan perempuan dan pemuda.
Keputusan pemberian Penghargaan Zayed tahun ini ditetapkan oleh dewan juri independen yang beranggotakan sejumlah tokoh terkemuka dalam penguatan perdamaian dan hak asasi manusia, yaitu Deputi Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Perwakilan Tinggi PBB untuk Aliansi Peradaban Miguel Ángel Moratinos, mantan Wakil Presiden Kosta Rika Yang Mulia Dr. Epsy Campbell Barr, Pro-Prefek Dikasteri untuk Evangelisasi di Takhta Suci Yang Mulia Kardinal Luis Antonio Tagle, Peraih Nobel Perdamaian 2014 dan aktivis hak anak, Kailash Satyarthi, Peraih Nobel Perdamaian 2015 dan pengusaha, Dr. Ouided Bouchamaoui, dan Sekretaris Jenderal Penghargaan Zayed untuk Persaudaraan Manusia dan Sekretaris Jenderal Majelis Hukama Muslimin Konselor Mohamed Abdelsalam.
Menginspirasi
Sementara itu, anggota dewan juri Miguel Angel Moratinos, Deputi Sekretaris Jenderal PBB dan Perwakilan Tinggi untuk Aliansi Peradaban, mengatakan, Pemimpin Gereja Katolik Vatikan Paus Fransiskus dan Syekh Al-Azhar Prof. Dr. Ahmed Al-Tayeb menggariskan prinsip-prinsip dasar dan luhur kemanusiaan dalam Dokumen Persaudaraan Manusia.
Para penerima penghargaan tahun ini menunjukkan betapa individu dan entitas biasa dapat mewujudkan prinsip-prinsip tersebut dalam kenyataan dengan mendedikasikan diri melayani orang lain atas dasar keyakinan bahwa kita semua adalah anggota dari satu keluarga manusia.
“Kedua penerima penghargaan tahun ini menunjukkan bagaimana orang-orang yang berkomitmen untuk bekerja sama demi kebaikan bersama dapat membantu menyembuhkan dunia kita yang terluka. Dewan juri berharap upaya Sant'Egidio dan Mama Shamsa dapat menginspirasi kita semua untuk menjalani hidup yang melayani, rendah hati, dan penuh kasih sayang,” kata anggota dewan juri, Kardinal Luis Antonio Tagle.
Di sisi lain, anggota dewan juri yang lain Dr. Ouided Bouchamaoui, peraih Hadiah Nobel Perdamaian tahun 2015 dan seorang pengusaha dari Tunisia, mengatakan, di antara lebih dari 200 nominasi individu dan entitas yang luar biasa, kami memilih Komunitas Sant'Egidio dan Mama Shamsa sebagai penerima Penghargaan Zayed yang diambil dari nama mendiang Syekh Zayed bin Sultan Al Nahyan, pendiri Uni Emirat Arab (UEA), yang merupakan salah satu simbol kemanusiaan bagi semua orang muda, tua, kaya, miskin, pria, maupun wanita.
Direncanakan penyerahan Penghargaan Zayed kepada kedua penerima akan dilakukan dalam sebuah upacara khusus pada 4 Februari 2023, bertepatan dengan Hari Persaudaraan Manusia Internasional yang ditetapkan oleh PBB, di Abu Dhabi, UEA.
Penghargaan Zayed untuk Persaudaraan Manusia adalah sebuah penghargaan internasional tahunan yang bersifat independen dengan hadiah senilai 1 juta Dolar. Penghargaan ini memberikan apresiasi terhadap karya gemilang individu maupun lembaga di seluruh dunia yang berperan dalam mewujudkan harmoni umat manusia, membangun jembatan komunikasi, dan bekerja tanpa pamrih, tanpa memandang perbedaan, demi mencapai kemajuan hakiki atas dasar keyakinan yang teguh terhadap nilai-nilai persaudaraan sebagai jalan untuk mengukuhkan hubungan antarumat manusia dan mewujudkan keberhasilan yang sebenarnya demi penguatan koeksistensi dalam masyarakat.
Penghargaan Zayed pertama kali diadakan pada 2019 untuk menandai pertemuan bersejarah antara Syekh Al-Azhar Prof. Dr. Ahmed Al-Tayeb dan Pemimpin Gereja Katolik Sri Paus Fransiskus di Abu Dhabi ketika mereka menandatangani Dokumen Persaudaraan Manusia.
Penghargaan ini diberi nama Penghargaan Zayed yang diambil dari nama pendiri UEA, Syekh Zayed bin Sultan Al Nahyan rahimahullah yang dikenal karena upaya-upaya kemanusiaannya dan dedikasinya membantu orang dengan berbagai latar belakang mereka.