REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merespons aduan keluarga dan tim penasihat hukum Gubernur Papua sekaligus tersangka kasus dugaan korupsi Lukas Enembe terkait permintaan perlindungan HAM. Lukas Enembe menuntut hak atas kesehatan selama menjalani proses hukum di KPK.
Komnas HAM telah menerima tiga pengaduan langsung terkait kesehatan Lukas Enembe. Pertama, pengaduan yang diwakili oleh Emanuel Herdyanto dkk pada 19 Desember 2022 di kantor Komnas HAM. Kedua, pengaduan langsung dari Front Mahasiswa Papua pada 26 Januari 2023 yang diwakili oleh Elon Wonda dkk. Ketiga, pelaporan dari Tim Penasihat Hukum Lukas Enembe pada 2 Februari 2023 di Kantor Komnas HAM.
"Dalam ketiga pengaduan, Komnas HAM RI menerima pengadu secara langsung di kantor Komnas HAM RI. Pada tanggal 2 Februari 2023, Pimpinan Komnas HAM RI telah bertemu dengan Tim Penasihat Hukum Lukas Enembe yang diwakili oleh Petrus Bala Pattyona dkk di Kantor Komnas HAM," kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro, Jumat (3/2).
Komnas HAM telah menindaklanjuti pengaduan tersebut melalui koordinasi dengan KPK, baik lisan maupun tertulis. Hal ini untuk memastikan diperhatikannya hak-hak tahanan. "Dalam hal ini hak atas kesehatan Lukas Enembe, sebagaimana diadukan kepada Komnas HAM," ujar Atnike.
Berdasarkan hasil komunikasi, KPK menyampaikan kepada Komnas HAM bakal memberikan atensi terhadap kondisi kesehatan Lukas Enembe serta memberikan layanan dan akses kesehatan. Komnas HAM lantas mempercayakan proses hukum ini kepada lembaga anti rasuah itu.
"Komnas HAM RI menghormati proses hukum yang sedang ditempuh saat ini terkait dugaan korupsi yang menjadi kewenangan KPK," ujar Atnikes
Diketahui, Lukas ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pengerjaan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Dia diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka, agar perusahaannya mendapatkan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua.
Padahal perusahaan milik Rijatono tidak memiliki pengalaman dalam bidang konstruksi karena sebelumnya bergerak pada bidang farmasi. Selain Lukas, Rijatono juga diduga menemui sejumlah pejabat di Pemprov Papua terkait proyek tersebut.
Mereka diduga melakukan kesepakatan berupa pemberian fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN. Setelah terpilih untuk mengerjakan sejumlah proyek, Rijatono diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar.
Di samping itu, Lukas Enembe juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. KPK pun sedang mendalami dugaan ini.